Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Sri Susuhunan Pakubuwana V (sering disingkat sebagai PB V; 13 Desember 1784 – 5 September 1823) adalah susuhunan keempat Surakarta yang memerintah tahun 1820 – 1823.

Sunan Pakubuwana V memiliki nama asli Raden Mas Sugandi, putra Pakubuwana IV yang lahir dari permaisuri KRAy. Handaya (setelah wafat bergelar GKR. Pakubuwana), putri Adipati Cakraningrat dari Madura Barat. Ia naik takhta pada tanggal 10 Februari 1820, selang delapan hari setelah kepergian ayahnya.
Pakubuwana V juga dikenal dengan sebutan Sinuhun Ngabehi atau Sunan Sugih, yang artinya baginda yang kaya harta dan kesaktian. Ia pernah membuat keris pusaka dengan tangannya sendiri, bernama Kyai Kaget yang berasal dari pecahan meriam pusaka Kyai Guntur Geni saat terjadinya Geger Pacinan atau pemberontakan orang-orang Tionghoa pada tahun 1740.
Pakubuwana V juga memerintahkan ditulisnya Serat Centhini berdasarkan pengalaman pribadinya semasa menjabat sebagai Adipati Anom, dan yang menjadi juru tulis serat tersebut ialah Raden Ngabehi Ranggasutrasna.
Pakubuwana V hanya memerintah selama tiga tahun. Ia meninggal dunia pada tanggal 5 September 1823. Meski kekuasaannya berlangsung sangat pendek (1820-1823), namun jasa dan gagasannya terukir panjang.
Keris Kyai Kaget
Ada sebuah keris buatan tangan beliau sendiri. Ketika membuat keris di dalem kadipaten dan dilayani para abdi, suara denting palu sampai terdengar ke keraton. Sang Raja lalu melihat asal suara itu ke kadipaten. Ketika melihat sang putra sedang menempa senjata, seketika Sang Raja takjub.
Pada waktu itu ada sebilah keris yang hampir jadi. Oleh KGPA Anom diperlihatkan kepada sang ayah. Sang Raja terkejut melihat tangguh dan cara pengerjaannya. Dari keterangan KGPA Anom, keris tadi dibuat dari leburan meriam Kyai Gunturgeni.
Menurut Babad Kartasura, Kyai Gunturgeni terakhir dipakai waktu menghadapi perang Pacina. Waktu itu meriam pecah berkeping-keping. Pecahan meriam dapat melukai prajurit Cina dan pelurunya menimpa komandan Kumpeni yang waktu itu berada di Loji. Jadi besinya sungguh bagus.
Atas kehendak Sang Raja keris buatan KGPA Anom diberi nama Kyai Kaget, sesuai hati Sang Raja yang kaget ketika melihatnya. Keris Kyai Kaget pernah dicoba untuk memenggal senjata. Senjata bisa putus dan Kyai Kaget masih utuh. Kyai Kaget lalu dijadikan pusaka di kadipaten. Keris buatan KGPA Anom bukan Kyai Kaget saja, tapi masih banyak yang lain.
Kemampuan membuat keris ini menjadi bukti bahwa orang Jawa sudah punya ilmu metalurgi yang mumpuni.
Kepala Perahu Rajamala
Salah satu karya lain yang menunjukkan kemampuan dalam bidang pertukangan adalah adanya arca dari kayu berbentuk kepala raksasa yang dipakai sebagai kepala perahu, disebut Kyai Rajamala. Arca kayu tersebut sekarang berada di musim Radyapustaka Sriwedari. Kyai Rajamala juga pernah dibawa ke Semarang untuk dipamerkan, pada tahun 1912 M.
Adapun menurut cerita asal muasal KGPA Anom (PB V) membuat arca Kyai Rajamala adalah sebagai berikut:
Waktu itu Susuhunan PB IV sedang marah kepada permaisuri GKR Kencanawungu. Sampai beberapa bulan Susuhunan tidak menyapa sang permaisuri, malan kemudian diasingkan.
KGPA Anom mengetahui keadaan demikian merasa prihatin. KGPA sampai berpikir bila sang ibu sampai dipulangkan ke Madura, dia sendiri yang akan mengantar. Waktu itu belum ada kendaraan berupa kereta api, maka KGPA Anom memerintahkan abdi kadipaten untuk merakit perahu besar yang dapat memuat banyak orang.
Ki Empu Brajaguna yang disuruh untuk membuat keris itu. Setelah selesai keris dipercayakan kepada mantri Pambelah. Keris tadi berdapur Warungsari, luk 13, panjang 60 cm, lebar 8 cm, dengan panjang ganja 13 cm. keris tersebut sekarang dapat dilihat di museum Radya Pustaka.
Setelah perahu siap, setiap hari pisowanan abdi kadipaten diperintahkan menghadap dengan pakaian keprajuritan lengkap. Perintah KGPA Anom ini membuat Sang Raja terkejut, lalu bertanya kepada KGPA Anom, apa sebab para prajurit kadipaten disuruh menghadap dalam keadaan siaga.
KGPA Anom menjawab bahwa dirinya hanya bersiaga sewaktu-waktu mendapat tugas mengantar permaisuri pulang ke Madura. Selanjutnya Pangeran tidak akan pulang ke Surakarta, karena akan ikut sang kakek di Madura. Adapun nanti bila Sang Raja wafat, Pangeran merelakan tahta kepada sang adik KGPH Purubaya. KGPA Purubaya adalah putra Sang Raja dari permaisuri GKR Kencanawungu.
Setelah dipikir-pikir kejadian ini tidak akan berakhir baik. Seketika Sang Raja bangkit dan memeluk sang putra dengan berurai air mata. Sang Raja menyatakan tidak akan memulangkan Ratu Kencanawungu ke Madura. Dan karena Pangeran Adipati Anom sudah telanjur membuat kapal, maka kapal akan dipakai pesiar Sang Raja bersama permaisuri dan para putra. KGPA Anom juga ikut pesiar, bahkan membawa rombongan santiswara. Maka di atas kapal terdengar sangat meriah oleh musik santiswaran dan dendang para biduan dari kadipaten.
Suasana meriah tersebut membuat Sang Raja sangat bersukacita. Akhirnya Ratu Kencanawungu dipanggil kembali ke keraton. KGPA Anom sangat gembira karena siasatnya meredakan amarah sang ayah berhasil. GKR Kencanawungu pun merasa sangat besar hati.***