Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Herman Willem Daendels adalah politikus Belanda yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda sekitar tahun 1808-1811.

Tugas Herman Willem Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris.
Ketika menjalankan tugas, ia memerintah Indonesia dengan sistem kediktatoran dan dikenal kerap menerapkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
Masa pemerintahan Herman Willem Daendels di Indonesia memang tidak berlangsung lama, yaitu hanya tiga tahun.
Namun selama tiga tahun tersebut, Daendels sudah cukup menyengsarakan rakyat dengan kebijakan-kebijakan dan sikap kepemimpinannya yang otoriter.
Daendels dipandang sebagai sosok diktator yang kerap memaksakan kehendak, baik kepada penduduk lokal maupun teman-teman sebangsanya.
Salah satu kebijakan Daendels yang sangat menyiksa rakyat adalah kerja rodi atau kerja paksa.
Selama berada di Indonesia, salah satu tugas Daendels adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Adapun usaha yang dilakukan Daendels adalah dengan membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
Selain itu, ia juga membangun jalan raya dari Anyer ke Panarukan dan mendirikan benteng-benteng pertahanan.
Semua usaha yang dilakukan oleh Daendels dilaksanakan dengan kerja rodi atau kerja paksa.
Tidak hanya itu, Daendels juga mengumpulkan uang dari rakyat dengan cara menjual hasil bumi dengan harga sangat murah.
Kekejaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman William Daendels saat membangun jalan Anyer- Panarukan memang sangat terkenal. Salah satu cerita kekejaman Daendels masih tersisa di Jembatan Geladak Manyar, Manyar, Gresik. Ratusan penduduk dulu harus menjadi tiang pancang ini ketika Daendels akan melalui jembatan ini.
Panjang Jembatan Sembayat 350 meter. Jadi bayangkan banyaknya manusia juga korban hukuman Daendels ini.
Jembatan itu sudah empat kali berubah posisi. Bahkan, sejak 2018 tidak lagi tunggal. Namun, ditambah satu jembatan lagi.
Jembatan ini terletak di Jalan Raya Manyar, Kecamatan Manyar, sekitar 10 kilometer dari pusat kota Gresik. Masyarakat setempat menyebut jembatan ini jembatan Geladak. Jembatan ini kini masih berfungsi menjadi penghubung antara Tuban dan Gresik. Selain jembatan Geladak ada pula jembatan Sembayat dan jembatan Tambak Ombo. Jembatan ini di termasuk jaringan Jalan Raya Pos.
Jembatan ini berkaitan dengan nama geladak dan sejarah pembangunan Jalan Raya Pos yang digagas oleh Daendels. Asal muasal nama geladak merujuk pada permukaan susunan kayu berjajar yang tak rata. Seperti ketika Daendels meminta ratusan penduduk berjajar memegang balok kayu.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada November 1808, ketika Daendels mengadakan inspeksi pembangunan jalan dan jembatan. Betapa terkejutnya ia melihat jembatan belum rampung. Dengan murka, Daendels memerintahkan bupati mengumpulkan warga di sekitar lokasi.
Sebagai hukuman, para penduduk disuruh berbaris berhadapan di ruas jembatan yang belum jadi. Tiap orang memegang balok membentuk geladak. Begitu jembatan bertiang manusia itu jadi, Daendels menaiki kereta kudanya dan dengan pongahnya melintas.
Kejadian itu dicatat dalam buku Grissee Tempo Doeloe yang ditulis Dukut Imam Widodo. Menurut Dukut, metode hukuman seperti itu lazim diterapkan Daendels. Dukut mengatakan Daendels biasa memaksa bupati atau pejabat setempat menyetor ratusan penduduknya untuk menjadi tiang pancang hidup.
“Setiap kali Daendels melakukan inspeksi dan jembatan belum jadi, ia pasti memerintahkan untuk membikin tiang pancang dari manusia itu. Tidak hanya di Gresik,” ujarnya.***