Penulis: Wibisono | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, TULUNGAGUNG-Di balik perbukitan dan pedesaan yang tenang di Tulungagung, tersimpan jejak masa lalu yang jarang tersorot. Salah satunya adalah Candi Ampel, bangunan kuno di Dusun Ngampel, Desa Joho, Kecamatan Kalidawir, yang hingga kini menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Jawa.
Meski kini kondisinya tidak utuh lagi, Candi Ampel tetap memikat perhatian para peneliti, pencinta sejarah, hingga masyarakat lokal yang masih memegang tradisi turun-temurun di kawasan tersebut.
Dikelilingi hutan lebat dengan suasana tenang, Candi Ampel menghadirkan atmosfer sakral sekaligus misterius. Reruntuhan bata kuno yang tersisa menjadi penanda kuat bahwa candi ini pernah berdiri megah pada masa kejayaan Majapahit.
Bagi warga sekitar, Candi Ampel bukan hanya situs arkeologi, melainkan tempat yang dianggap memiliki nilai spiritual tinggi dan masih digunakan untuk tradisi lokal hingga saat ini.
Mengutip dari Bappeda Tulungagung, Candi Ampel diperkirakan telah ada sejak era Majapahit. Candi ini tersusun dari bata merah dengan sebagian kecil material batu andesit.Kini, yang terlihat hanya gundukan bata kuno serta beberapa umpak batu andesit yang menunjukkan fondasi bangunan masa lampau.
Catatan penelitian menyebutkan bahwa Candi Ampel awalnya memiliki relief berupa burung, fabel, dan kepiting. Namun, sebagian besar relief tersebut telah rusak dan sulit diamati. Sisa relief yang masih tampak jelas hanya pahatan berbentuk tubuh manusia pada dinding batu andesit.
Candi Ampel tidak hanya menjadi warisan sejarah, tetapi bagian dari kehidupan spiritual masyarakat setempat. Berdasarkan kepercayaan lokal, candi ini berkaitan dengan sosok Joko Sindono (Bajinsa Putra), tokoh dalam cerita rakyat Tulungagung.
Hingga kini, masyarakat rutin mengadakan selametan setiap malam Jumat di Candi Ampel. Ketika memiliki hajat seperti pernikahan atau membangun rumah, warga juga datang untuk berdoa. Uniknya, doa-doa tersebut diucapkan dalam campuran bahasa Arab dan Jawa, menunjukkan akulturasi budaya secara turun-temurun.***







