Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA-
Dalam rangka Hari Anak Internasional, Pemerintah Kota Surabaya menegaskan komitmen untuk melindungi pelajar dari paparan konten digital berbahaya. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyoroti ancaman game daring yang sarat kekerasan dan dampaknya terhadap pembentukan mental generasi muda.
Komitmen tersebut diwujudkan melalui Deklarasi Anak Surabaya Digital Aman serta penandatanganan Tri Darma Digital pada Kamis (27/11/2025). Acara ini melibatkan BNN, Densus, Kepolisian, Komnas Perlindungan Anak, NGO, dan berbagai pihak lain yang berfokus pada pengawasan ketat penggunaan konten digital oleh anak-anak.
Eri menegaskan, game yang menampilkan simulasi perampokan hingga perilaku berbahaya seperti penyalahgunaan zat terlarang dapat merusak pola pikir anak.
“Game-game ini bahkan secara halus memperkenalkan perilaku berbahaya, dan tanpa disadari membenarkan tindakan negatif dalam pikiran anak,” ujar Wali Kota Eri.
Ia menambahkan, Pemkot Surabaya bertekad mengembalikan pola pikir anak ke arah positif, dengan perlindungan yang menyasar pelajar SD hingga SMP. Peran orang tua menjadi perhatian utama agar keseimbangan antara akademik dan interaksi sosial tetap terjaga.
“Orang tua tentu memiliki harapan besar terhadap prestasi anak. Namun, keseimbangan antara akademik dan interaksi sosial tetap penting agar anak tumbuh dengan karakter dan mental yang kuat,” jelasnya.
Eri juga menekankan pentingnya lingkungan yang suportif. Anak yang kurang percaya diri atau sulit berpendapat sering kali disebabkan minimnya interaksi sosial akibat terlalu lama belajar di rumah.
Karena itu, Pemkot melalui Dinas Pendidikan meminta sekolah aktif membentuk lingkungan yang mendukung sosialisasi, sekaligus membentuk Satgas di setiap sekolah yang terdiri dari guru BK untuk memantau perilaku siswa.
Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, menambahkan bahwa langkah ini bertujuan memastikan pelajar SD dan SMP menggunakan media digital secara sehat dan bertanggung jawab. Satgas sekolah menjadi bagian dari penguatan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPKS).
“Tujuannya adalah memastikan anak-anak memiliki wadah yang tepat sehingga mereka tidak salah memilih tempat untuk mencurahkan isi hati,” jelas Yusuf.
Ia menegaskan, keberhasilan program bergantung pada sinergi sekolah dan orang tua. Orang tua diminta menetapkan jadwal istirahat, belajar, serta ekspresi edukatif, sekaligus mengatur penggunaan sarana digital di rumah.
“Saat ini sudah banyak referensi game positif dan buku elektronik edukatif, dan inilah yang harus diarahkan kepada anak-anak,” pungkasnya.***






