Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Putus cinta adalah pengalaman emosional yang sangat menantang dan kerap meninggalkan luka psikologis dalam jangka waktu yang cukup lama.
Banyak orang merasa sulit move on alias melupakan mantan pasangan mereka, meskipun hubungan tersebut sudah resmi berakhir.
Artikel ini membahas faktor-faktor psikologis yang membuat seseorang sulit move on, hasil penelitian terkait, contoh kasus nyata, serta model alur pemulihan yang dapat membantu proses penyembuhan.
Faktor Psikologis Sulit Move On
1. Reaksi Neurokimia Otak
Ketika menjalin hubungan, otak melepaskan neurotransmiter seperti dopamin dan oksitosin yang membentuk ikatan emosional kuat dan rasa “ketagihan” terhadap pasangan.
Setelah putus, kadar hormon ini menurun drastis, namun keinginan untuk merasakan kembali kenangan positif dapat membuat seseorang terus “terjebak” dalam nostalgia, sehingga sulit move on.
2. Kehilangan Rutinitas dan Habitual Attachment
Hubungan yang sudah lama membangun kebiasaan bersama, seperti saling menghubungi, tempat berkumpul, dan kegiatan bersama, tiba-tiba hilang. Kehilangan rutinitas ini menciptakan kekosongan emosional yang sulit diisi dengan cepat.
3. Perasaan Tidak Selesai dan Kurangnya Closure
Banyak orang mengalami perasaan tidak selesai setelah putus (berpikir untuk memperbaiki keadaan, misalnya dengan berjanji berubah atau mencoba menghubungi mantan lagi) atau ketidakseimbangan dalam proses berpisah. Ini menyebabkan ruminasi (mengulang ulang) seperti pertanyaan: “Kenapa dia pergi? Apa salahku?” bahkan selalu memikirkan kejadian menyakitkan berulang kali
4. Paparan Media Sosial dan Lingkungan
Interaksi yang masih sering terjadi di media sosial (WA, IG, dst) atau dalam lingkaran sosial yang sama dapat memicu rasa nostalgia sekaligus memperburuk perasaan sedih, menghambat proses pelepasan emosi.
5. Dampak pada Identitas dan Harga Diri
Setelah putus, individu perlu merekonstruksi identitas (status janda/duda) dan harga dirinya tanpa pasangan. Proses ini menuntut waktu dan bisa menimbulkan kebingungan dan kecemasan terkait masa depan.
Hasil Penelitian Terkini
Penelitian fenomenologi deskriptif terhadap individu yang putus cinta menunjukkan dinamika emosi yang kompleks, mulai dari kesedihan, kemarahan, hingga refleksi diri yang berujung pada pertumbuhan psikologis (post-traumatic growth) lewat berbagai strategi koping (strategi menghadapi stres) seperti problem-focused coping, emotion-focused coping, dan pendekatan spiritualitas.
Penelitian pada remaja mengungkap bahwa ruminasi emosional merupakan faktor utama yang memperpanjang distress setelah putus, namun dengan intervensi berupa konseling kelompok dan restrukturisasi kognitif, kemampuan resiliensi dapat ditingkatkan sehingga individu mampu move on lebih efektif
Kasus nyata menunjukkan bahwa responden dewasa setelah putus melakukan regulasi emosi dan pengendalian dorongan negatif, melakukan aktivitas positif, dan memperkuat kontrol diri untuk bangkit dari keterpurukan
Contoh Kasus
Seorang responden dewasa muda menyatakan bahwa setelah mengakui putus tidak bisa dipaksakan, ia mulai mengatasi keinginannya untuk kembali dan belajar mengontrol emosi negatif. Aktivitas seperti kuliah lagi, olahraga, dan sosialisasi membantunya keluar dari fase keterpurukan emosional.
Diagram Alur Pemulihan
Berikut adalah alur pemulihan yang dapat dijadikan panduan:
Putus Cinta
↓
Reaksi Emosional Intens (sedih, marah, cemas)
↓
Pengakuan dan Penerimaan Situasi
↓
Regulasi Emosi dan Pengendalian Diri
↓
Pembatasan Paparan Kepada Mantan (media sosial, kontak langsung)
↓
Pembangunan Rutinitas Baru (hobi, sosial, kegiatan produktif)
↓
Refleksi Diri dan Rekonstruksi Identitas
↓
Pertumbuhan Psikologis dan Move On
Rekomendasi untuk Move On
– Batasi kontak dan paparan terhadap mantan, melihat status, story hingga unfollow dan kepo. Terpenting iidak merembet ke nostalgia atau perasaan.
Jika masih ada urusan penting (anak/ pekerjaan), buat batasan jelas:
– Bangun kegiatan baru untuk menggantikan rutinitas lama, utamanya aktifitas yang berhubungan dengan mantan , termasuk mendengarkan lagu yang mengandung banyak kenangan
– Kelola emosi secara sadar melalui meditasi, journaling (membuat artikel membantu menguras pikiran dan mengalihkan fokus), fokus kepada pekerjaan atau bisnis untuk menghasilkan uang dan masa depan atau konseling ke profesional.
– Bangun jaringan dukungan sosial yang sehat. Identifikasi siapa saja dalam hidup Anda yang dapat diandalkan secara emosional, perluas lingkaran sosial (carilah komunitas sesuai minat), bersama orang-orang yang membawa kebahagiaan dan menjaga energi positif, dan berupa kegiatan santai, olahraga, atau hobi bersama dan serta tidak terisolasi
– Miliki harapan realistis dan beri waktu untuk proses pemulihan. Tidak ada istilah lambat atau cepat, setiap orang butuh waktu yang berbeda untuk pulih,
kesembuhan tidak selalu berjalan lurus, dan ini bukan lomba melainkan perjalanan.
Rujukan Utama:
– Jurnal Psikologi: Studi Fenomenologi Mekanisme Koping Pada Pada Individu Pasca Putus Cinta
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar: Efek Ruminasi Pada Remaja Yang Mengalami Kesulitan Move on.***











