Menu

Mode Gelap

Internasional

Apakah Perang di Gaza Berakhir?

badge-check

Rencana 20 Poin yang diajukan oleh Presiden Donald Trump minggu ini menawarkan peluang paling realistis untuk mengakhiri perang. Perang ini dimulai dari dua tahun lalu dengan serangan dan pembantaian Hamas pada 7 Oktober 2023. Gaza Utara, 20 Maret 2024. Shutterstock

 

Oleh: Jonathan Spyer*

Presiden AS Donald Trump mengajukan proposal penyelesaian perang Hamas melawan Israel pekan lalu. Itu proposal paling realistis untuk mengakhiri perang dua tahun yang berawal dari serangan dan pembantaian yang Hamas lakukan terhadap warga Israel, 7 Oktober 2023.

Israel memang menginginkan tawaran itu. Tentu dengan banyak biaya. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun menerimanya. Meski demikian, ia memperketat jadwal dan ketentuan penarikan Israel dari wilayah-wilayah yang diduduki tentara Israel (IDF) di Gaza.

Akankah Hamas yang sudah tidak berdaya sepakat dan bagaimana tanggapannya? Bagaimanapun, dia harus menerima. Apalagi, dia ditekan Qatar dan Turki. Dia pun tidak bisa memveto keputusan itu. Apalagi, tawaran itu berbasis fakta bahwa Israel menguasai 75 persen wilayah Gaza.

Harus diakui, proposal itu sangat inovatif dan menarik. Ia memperlihatkan bahwa otoritas politik di Gaza atau sebagian Gaza bakal dibentuk tanpa Hamas, terlepas dari Hamas menolaknya.

Rencana itu juga tidak banyak memberikan peluang bagi Hamas. Jika disetujui, ia harus berkomitmen melepaskan kekuasaannya di Gaza dengan koalisi pasukan non-Palestina yang dipimpin oleh Presiden AS. Hamas sulit menang.

Tentu saja, Hamas nantinya dapat mengingkari komitmen apa pun. Tetapi jika pasukan transisi terwujud dan dikerahkan, hampir pasti akan mencakup tentara dari dunia Arab dan Islam. Menyerang pasukan dari negara-negara asal mereka bukanlah hal mudah bagi Hamas. Jika dia tidak mematuhi tawaran itu, ia pun kalah oleh organisasi jihad lain yang pasti bersedia melakukan serangan semacam itu.

Pembebasan tahanan Palestina besar-besaran, termasuk 250 orang yang menjalani hukuman seumur hidup bisa saja membuat Hamas mengklaim menang. Dan, itulah sebabnya rencana itu ditentang oleh koalisi sayap kanan Netanyahu. Namun, dalam konteks hilangnya kendali atas Gaza yang lebih luas, sulit untuk melihat bagaimana hal ini dianggap sepadan dengan kerugian besar yang terjadi selama dua tahun terakhir.

Mematuhi proposal itu berarti Hamas menyerahkan infrastruktur militernya di Gaza. Proposal tawaran itu tegas menyatakan bahwa “Semua infrastruktur militer, teror, dan ofensif, termasuk terowongan dan fasilitas produksi senjata, akan dihancurkan dan tidak dibangun kembali. Akan ada proses demiliterisasi Gaza di bawah pengawasan pemantau independen, yang akan mencakup penempatan senjata secara permanen di luar jangkauan melalui proses dekomisioning yang disepakati.” Kata-kata dalam paragraf ini menunjukkan pengaruh mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang mengingatkan pada Perjanjian Jumat Agung tahun 1998.

Rencana itu mensinyalkan bahwa Gaza akan diawasi oleh badan internasional yang dipimpin oleh Presiden Trump. Ini bukan basa-basi tentang gagasan “penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina.” Sebaliknya, dia mensyaratkannya bahwa Otoritas Palestina yang akan menjalankan program “reformasi” yang luas, walau jadwalnya belum ditentukan.

Jadi, peluang Hamas untuk menolak proposal Trump agak tipis. Sementara itu, disinsentifnya cukup signifikan. Ia dapat bisa dianggap sukses secara diplomatik jika mematuhinya.

Hamas memang berhasil mengubah Gaza menjadi sumber kecaman internasional sehingga Israel semakin terisolasi. Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia sudah mengakui kenegaraan Palestina.  Normalisasi Israel dengan negara-negara kunci di dunia Arab pun kini terhenti. Arab Saudi yang diperhitungkan akan bergabung dalam Perjanjian Abraham malah membuat pakta pertahanan dengan Pakistan. Ini menunjukkan sejauh mana diplomasi regional telah berubah selama dua tahun terakhir.

Hamas dan sekutunya memang berkomitmen pada doktrin untuk menghapus Israel melalui tekanan militer dan politik. Doktrin ini berakar kuat pada interpretasi tertentu tentang Islam dan kebutuhan untuk menjadikan kaum Yahudi sebagai bangsa ditaklukan.  Tetapi, meski sudah semakin banyak mengisolasi Yerusalem, harapan itu jelas masih sangat jauh ini. Hal ini mungkin merupakan disinsentif tambahan bagi Hamas untuk menyetujui persyaratan rencana Trump.

Bahkan, dapat dikatakan bahwa meningkat isolasi atas Israel mungkin menjadi salah satu alasan Yerusalem menyetujui beberapa elemen rencana yang mungkin kurang menarik baginya. Termasuk kesepakatan bahwa Israel akan mundur ke perimeter di sekitar tepi Jalur Gaza, dan menyetujui amnesti bagi anggota Hamas “yang berkomitmen untuk hidup berdampingan secara damai dan untuk menonaktifkan senjata mereka.”

Para pemimpin Hamas jelas acuh tak acuh terhadap kondisi fisik warga Gaza. Mereka malah memandangnya sebagai keharusan untuk berkorban agar tujuan strateginya tercapai. Mengingat hal ini, dapat dianggap bahwa Hamas berkepentingan untuk melanjutkan pertempuran. Jika demikian, para militannya yang tersisa kemungkinan bakal mati dalam reruntuhan Kota Gaza.

Dalam hal ini, penting untuk dicatat bahwa rencana Trump mencakup ketentuan tentang apa yang akan terjadi jika Hamas menolak patuh.

Bagaimanapun, akibat aksi militer Hamas, Israel kini menguasai sekitar 75 persen wilayah Gaza. Jika Hamas menolak proposal itu, maka akan dibentuk “Dewan Perdamaian” (yaitu, badan administratif baru yang akan memerintah Gaza) dan Pasukan Perdamaian PBB. Mereka kemungkinan akan ditempatkan di wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan Israel. Bantuan kemanusiaan akan disalurkan ke sana. Sementara itu, Israel akan terus mengurangi kehadiran Hamas di wilayah-wilayah yang tersisa di Gaza.

Saat artikel ini ditulis, belum ada tanggapan dari Hamas. Melihat kondisi masa lalu, Hamas sangat mungkin menjawab “ya” dan “tetapi.” Jadi dia tidak menolak atau mendukung secara tegas.

Tawar-menawar politik dengan demikian bakal berlanjut. Perang mungkin berlanjut. Namun dalam hal ini, pasal 17 dari rencana itu mungkin terbukti paling signifikan. Untuk pertama kalinya sejak perang dimulai, rencana untuk Gaza pascaperang kini diluncurkan dengan persetujuan pemerintah Israel. Penerapannya tampaknya akan segera dilakukan dan tidak tunduk pada veto Hamas.

Sebagian rencana ini memang ditolak oleh mitra koalisi sayap kanan Netanyahu. Tetapi masih belum jelas apakah aksi mereka membahayakan koalisi yang berkuasa. Sekalipun demikian, koalisi yang ada kemungkinan memperoleh dukungan eksternal dari sebagian oposisi, yang memungkinkannya untuk bertahan untuk sementara waktu.

Bagaimanapun, rencana 20 poin Trump merupakan hasil dari banyak kerja di balik layar, yang melibatkan pemerintah AS dan Israel. Mantan PM Inggris Tony Blair pun terlibat. Juga keterlibatan Uni Emirat Arab.

Respons Hamas kini akan menentukan apakah perang akan berakhir dan apakah rencana tersebut akan dilaksanakan di Gaza. Namun bagaimanapun, kesepakatan itu akan segera dilaksanakan setidaknya 75 persen wilayah Gaza, terlepas dari tanggapan kelompok Islamis tersebut. Artinya, secara garis besar, Gaza pascaperang sudah ada di sini.***

 

  • Jonathan Spyer adalah editor Middle East Quarterly. Sebagai wartawan, ia juga menulis untuk majalah intelijen, Janes Intelligence Review dan berbagai media lain. Ia menulis buku The Transforming Fire: The Rise of the Israel-Islamist Conflict (2010) and Days of the Fall: A Reporter’s Journey in the Syria and Iraq Wars (2017). Tulisan ini disadur oleh Jacobus E. Lato
Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Lho Kok Bisa! KelebihanTransfer Dana Reses Rp 31,3 M kepada 580 Angota DPR-RI

12 Oktober 2025 - 10:35 WIB

Lupakan AS dan Tiongkok: Negara Gurem Menemukan Cara Memanfaatkan Energi Bulan untuk Listrik

12 Oktober 2025 - 08:20 WIB

Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Eropa: Estonia 1-3 Italia, Hasil Lengkap

12 Oktober 2025 - 06:05 WIB

BLT Cukai Rokok Rp 1.2 Juta/Orang Dibagikan kepada 11.504 Warga Jombang

11 Oktober 2025 - 16:36 WIB

Korupsi Kolam Retensi Rp 70 M, Kejaksaan Gerebek Pelindo 3 Tanjung Perak

11 Oktober 2025 - 15:56 WIB

Satpol PP Evakuasai ODGJ Ngamuk di Minimart Peterongan ke Griya Cinta Kasih

11 Oktober 2025 - 15:14 WIB

Ahli Gizi Ingin Ungkap Keresahan MBG Langsung dengan Presiden, A To Z

10 Oktober 2025 - 21:38 WIB

Perintahkan Tolak Beri Visa 6 Atlet Senam Israel Masuk Indonesia

10 Oktober 2025 - 19:42 WIB

Jantung Bawaan dan Stunting, Bocah Sulton akan Dirujuk ke RS Soetomo Surabaya

10 Oktober 2025 - 18:53 WIB

Trending di News