Penulis: Arso Yudianto | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, SIDOARJO– Banyak orang tua siswa di SMPN 1 Buduran Sidoarjo mengaku keberatan, karena munculnya kewajiban dana sumbangan yang diberlakukan gai seluruh siswa kelas 7, 8 dan 9. Sumbangan wajib ini sudah diberlakukan pihak sekolah di tahun 2024 dan 2025.
Orang tua siswa mengaku kurangnya informasi jelas membuat wali murid merasa tidak nyaman. Mereka mempertanyakan ke mana dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dialokasikan, sehingga sekolah meminta sumbangan.
“Pada tahun lalu di 2024, sumbangan wajib per siswa sebesar Rp. 51 ribu untuk semua kelas, dari kelas 7, 8, dan 9, total uang yang terkumpul mencapai Rp. 31.173.000. Uang itu dikatakan digunakan untuk empat program utama sekolah yang disebut ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer), seperti pembelajaran membaca dan berhitung.
“Namun, kami sudah memeriksa, sekolah-sekolah lain di Sidoarjo dan Surabaya memberikan ANBK secara gratis dan menggunakan dana BOS,” keluh AA, orang tua siswa yang didampingi oleh beberapa orang tua lainnya pada Jumat, 19 September 2025.
Ia juga menyatakan bahwa semua wali murid sudah merasa gelisah, tetapi tidak ada yang berani berbicara. Sekolah lain memberikan ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) secara gratis.
“Mengapa di sini harus diminta sumbangan? Kami memiliki bukti. Sumbangan seharusnya bersifat sukarela dan sesuai kemampuan masing-masing.
Merasa tidak nyaman dengan tarikan yang dikemas sebagai sumbangan pendidikan di SMPN 1 Buduran. Puncaknya, pada September 2025, orang tua siswa mulai merasa tidak enak, karena sekolah kembali meminta sumbangan wajib untuk enam program utama tahun 2025, untuk semua kelas, 7, 8, dan 9, sebesar Rp. 100.000 per siswa. Jika dihitung untuk 919 siswa, totalnya mencapai Rp. 91.900.000, ” ujarnya sambil menunjukkan bukti yang dimaksud.
Orang tua siswa lainnya berpendapat, sekolah perlu menyadari kesalahan yang bisa menyebabkan masalah. Mereka ingin agar aturan sumbangan wajib dihapus dan uangnya dikembalikan.
“Jangan sampai program nasional ANBK disalahgunakan untuk kepentingan tertentu demi mendapatkan keuntungan. Kami mengingatkan ini karena kami peduli pada sekolah. “Kami sarankan agar sumbangan yang membebani dibatalkan dan uang yang sudah diterima dikembalikan kepada orang tua siswa. Biar masalah ini segera selesai,” ujar AK menambahkan.
Orang tua siswa ingin sekolah bisa memanfaatkan dana BOS tanpa ada lagi tarikan sumbangan. Sehingga tidak ada kecurigaan. “Sudah ada dana BOS. Uang dari pemerintah itu harus dimaksimalkan. Sekolah lain saja sudah cukup dengan dana BOS. Mengapa sekolah ini masih memungut sumbangan? Ini aneh,” kata M sambil menunjukkan rincian sumbangan tahun 2024 yang dia pegang.
Jawaban Kepala Sekolah
Menanggapi hal ini, Heri Wahyu Rejeki, Kepala SMPN 1 Buduran, melalui telepon membantah bahwa sekolahnya menerapkan sumbangan wajib. Dia lebih menekankan pada peningkatan kualitas sekolah melalui program-program unggulan. Sebelumnya, dia sudah mengadakan pertemuan membahas masalah ini dengan beberapa pihak.
“Itu tidak wajib. Dalam merencanakan program, kami melibatkan OSIS, komite, dan perwakilan orang tua. Kami mematangkan program-program unggulan,” kepala sekolah.
“Tahun ini, kita mendapatkan status Adiwiyata nasional dan kita juga sedang dalam proses akreditasi. Apakah layanan kita minimal atau bagaimana? Atau kita punya program-program unggulan? ” kata Heri.
Dirinya juga mengonfirmasi bahwa program ANBK dan TKA (Ujian Kemampuan Akademik) sepenuhnya didanai oleh dana BOS. Namun, ia mengatakan bahwa ada program unggulan lain yang memerlukan dana tambahan. Oleh karena itu, ia meminta dukungan.
“Di dana BOS, ANBK dan TKA berjalan seperti biasa. Apakah kita tidak perlu memasukkan pelatihan dalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti numerasi dan literasi dengan buku berbasis Adiwiyata? Setelah itu, dijawab oleh komite dengan, ‘Silakan, tolong berikan kami masukan. ’ Dari situ, kami memiliki hasil yang menunjukkan bahwa kami akan menerapkan enam program unggulan. Saya menginformasikan bahwa untuk biaya ANBK ada di dana BOS. Untuk Adiwiyata, kami akan berterima kasih jika ada dukungan,” ujarnya.
Ia meminta kepada Komite agar sumbangan tersebut bersifat sukarela. Komite kemudian menyampaikan hasil pertemuan itu ke kelompok paguyuban.
“Lalu, pada akhirnya komite memberi tahu paguyuban bahwa ada sumbangan yang sifatnya partisipasi. Silakan mendukung program unggulan. Namun, saya tekankan bahwa sumbangan itu tidak wajib. Jika ada yang tidak mampu, tidak perlu. Hanya bagi yang ingin berpartisipasi,” jelasnya.
Heri memastikan bahwa siswa yang orang tuanya tidak bisa membayar sumbangan tetap akan mendapatkan fasilitas yang sama. Ia juga tidak menetapkan jumlah sumbangan yang harus diberikan ke sekolah.
“Yang tidak mampu tetap akan mendapatkan fasilitas yang setara. Ada dasar untuk membuat modul dari dana BOS, mungkin untuk mencetak soal-soal berikutnya itu bisa menjadi bantuan dari orang tua. Berapapun yang masuk, tidak ada target,” tegasnya.**