Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA– Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim akhirnya angkat bicara terkait dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019–2022.

Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menemukan dugaan pemufakatan jahat yang diarahkan melalui tim teknis untuk menyusun kajian pengadaan alat TIK dengan dalih kebutuhan teknologi pendidikan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut kajian tersebut dijadikan dasar seolah-olah laptop berbasis Chrome OS adalah kebutuhan mendesak, meskipun uji coba 1.000 unit Chromebook pada 2019 menunjukkan hasil yang tidak efektif untuk pembelajaran.
Total anggaran program mencapai Rp9,9 triliun, terdiri atas Rp3,58 triliun dari dana di satuan pendidikan dan Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Sejumlah properti milik staf khusus Nadiem — Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim — telah digeledah.
Penjelasan Nadiem dalam Konferensi Pers
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6), Nadiem menjelaskan bahwa pengadaan laptop merupakan bagian dari mitigasi risiko learning loss selama pandemi Covid-19. Ia menyebut Kemendikbudristek saat itu melakukan pengadaan 1,1 juta laptop, modem 3G, dan proyektor untuk lebih dari 77.000 sekolah selama empat tahun.
“Program pengadaan ini bertujuan memastikan pembelajaran tetap berlangsung serta mendukung peningkatan kompetensi guru dan pelaksanaan ANBK,” ujarnya.
Nadiem menegaskan semua kebijakan yang diambil selama menjabat mendikbudristek disusun dengan asas transparansi, keadilan, dan iktikad baik.
Mengapa Chromebook?
Menurut Nadiem, kajian internal Kemendikbudristek menyimpulkan Chromebook lebih murah 10–30 persen dibanding laptop dengan sistem operasi lain. “ChromeOS itu gratis, sedangkan OS lain berbayar dan bisa mencapai Rp1,5–2,5 juta,” jelasnya.
Ia juga menilai fitur pengendalian aplikasi di Chromebook bisa melindungi siswa dan guru dari konten negatif tanpa biaya tambahan. “Chromebook bisa digunakan secara offline, meski fiturnya terbatas,” tambahnya.
Nadiem menjelaskan uji coba Chromebook di daerah 3T dilakukan sebelum ia menjabat, sementara saat dirinya menjabat, pengadaan laptop tidak ditujukan untuk wilayah 3T.
“Sekolah yang menerima harus memiliki akses internet,” katanya.
Laptop Aktif Digunakan
Nadiem mengklaim program pengadaan laptop selama masa jabatannya telah dimanfaatkan sekolah untuk pembelajaran. Berdasarkan evaluasi pada 2023, sekitar 97 persen laptop aktif teregistrasi, dan 82 persen sekolah melaporkan laptop digunakan dalam proses belajar mengajar.
Melibatkan Banyak Lembaga
Nadiem mengaku terkejut program tersebut diusut Kejagung, mengingat proses pengadaan dilakukan dengan menggandeng berbagai lembaga negara seperti BPKP, Jamdatun, dan LKPP.
“Kami melibatkan Kejaksaan sejak awal untuk pendampingan. Bahkan KPPU juga dilibatkan agar tidak terjadi monopoli,” ujarnya.
Siap Bekerja Sama dengan Kejagung
Nadiem menyatakan siap mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan akan memberikan keterangan bila dibutuhkan.
“Saya percaya proses hukum yang adil akan memilah mana kebijakan yang dijalankan dengan iktikad baik dan mana yang menyimpang. Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun,” pungkasnya.***