Penulis: Jayadi : Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA- Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan Jak TV, menerima uang sebesar Rp 478,5 juta dari dua pihak untuk membuat dan menyebarkan berita serta konten yang merugikan citra Kejagung.

Uang tersebut diberikan oleh tersangka Marcella Santoso (MS), seorang advokat, dan Junaedi Saibih (JS), dosen sekaligus advokat, sebagai imbalan atas pembuatan narasi yang menyudutkan institusi penegak hukum tersebut.
Motif Tian Bahtiar: Kepentingan Pribadi dan Manipulasi Opini Publik
Menurut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Tian Bahtiar menerima dana tersebut secara pribadi, bukan atas nama Jak TV. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kontrak resmi antara Jak TV dengan pemberi dana. “Tian bertindak untuk kepentingan sendiri, bukan sebagai perwakilan perusahaan,” tegas Qohar.
Tian diduga memanfaatkan posisinya di Jak TV untuk memublikasikan konten negatif melalui berbagai platform, termasuk media sosial, situs berita, dan siaran televisi. Tujuannya adalah membentuk opini publik yang merugikan Kejagung, khususnya dalam kasus-kasus korupsi seperti impor gula (melibatkan Tom Lembong), tata niaga timah, dan ekspor minyak sawit mentah (CPO).
Peran Marcella Santoso dan Junaedi Saibih dalam Mendanai Narasi Palsu
Marcella dan Junaedi tidak hanya mendanai Tian, tetapi juga aktif membuat narasi dan opini yang menyatakan bahwa metode penghitungan kerugian negara oleh Kejagung tidak valid.
Selain itu, keduanya diduga mendanai penelitian aksi demonstrasi untuk mengganggu proses hukum, termasuk penyidikan dan persidangan. Aksi-aksi tersebut kemudian diberitakan secara luas oleh Tian melalui Jak TV dan platform digital seperti TikTok dan YouTube.
Tian juga menggelar acara diskusi kampus dan talk show untuk memperkuat narasi yang dibangun oleh Marcella dan Junaedi. “TB memproduksi acara dialog, talk show, dan panel diskusi di beberapa kampus yang kemudian disiarkan oleh Jak TV,” jelas Qohar.
Tujuan
Kejagung menilai tindakan ketiga tersangka ini sebagai upaya sistematis untuk:
1. Membentuk opini negatif terhadap Kejagung di mata publik.
2. Mengganggu proses hukum dengan membuat kasus-kasus korupsi terkesan tidak terbukti di pengadilan.
3.Melindungi pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam kasus korupsi.***