Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM,CIKARANG– Sebuah diskusi panas antara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan seorang remaja putri viral di media sosial setelah remaja tersebut mengkritik kebijakan larangan acara perpisahan (wisuda) di tingkat SMP dan SMA
Pertemuan ini terjadi setelah remaja bernama Aura Cinta yang juga korban penggusuran menyuarakan ketidaksetujuannya melalui platform TikTok,
Peristiwa ini bermula saat Aura Cinta, lulusan SMA Negeri 1 Cikarang Utara, menjadi sorotan setelah mengunggah video kritik terhadap kebijakan Dedi Mulyadi yang melarang wisuda sekolah dan study tour.
Aura berargumen bahwa acara perpisahan adalah momen penting bagi siswa untuk merayakan pencapaian mereka setelah bertahun-tahun belajar .
“Pertama gini pak, kalau sekolah tanpa wisuda kan, semua orang kan ga mampu ya, banyak rakyat miskin. Ini kan biar adil nih. Semua murid biar ngerasain perpisahan wisuda.” kata Aura, seperti di Akun Kang Dedi, 27 April 2025.
Namun, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan ini dibuat untuk meringankan beban finansial orang tua, terutama bagi keluarga kurang mampu yang bahkan kesulitan membayar kebutuhan dasar.
“Iya sudah hidup susah, tinggal di bantaran kali, tapi sekolahnya mau gaya-gayaan ada wisuda. Duit perpisahan dari siapa? Kalau dari orang tua, membebani tidak?” tanya Dedi
Dedi berpendapat bahwa wisuda seharusnya hanya untuk tingkat perguruan tinggi, bukan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ia mempertanyakan relevansi wisuda berulang di setiap tingkat sekolah.
“Di negara mana yang TK ada wisuda, SMP ada wisuda, SMA ada wisuda? Hanya di Indonesia. Wisuda untuk siapa coba? Yang kuliah.” terang Dedi
Aura membalas bahwa perpisahan bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk penghargaan atas perjuangan siswa selama sekolah.
“Nggak juga sih pak, saya ngerasa kan saya udah lulus ya, kalau misalnya ga ada perpisahan, kita tuh ga bisa ngumpul bareng atau ngerasain interaksi sama temen-temen.” tegas Aura.
Dedi menjelaskan bahwa larangan ini bertujuan mengurangi tekanan ekonomi pada orang tua, terutama di tengah tingginya biaya hidup. Ia juga memperbolehkan acara perpisahan sederhana yang diadakan secara mandiri oleh siswa tanpa pembiayaan besar .
*Kenangan indah itu saat proses belajar selama tiga tahun, bukan dari acara perpisahan yang menguras biaya.” tegas Dedi.
Namun, Aura berargumen bahwa pemerintah harus mencari solusi agar momen penting seperti ini tetap bisa diadakan tanpa membebani masyarakat.
Pro Kontra
Perdebatan ini memicu pro-kontra di media sosial. Sebagian netizen mendukung Dedi karena kebijakannya dianggap realistis, sementara yang lain sepakat dengan Aura bahwa perpisahan sekolah adalah hak siswa yang seharusnya tidak dihilangkan .
Apa pendapat Anda? Apakah larangan wisuda sekolah memang perlu, atau seharusnya ada alternatif lain? tulis komentar di bawah ini ya! ***