Penulis: Adi Wardhono | Editor: Priyo Suwarno
KREDNONEWS.COM, SEMARANG- Warga Dusun Thekelan di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, menunjukkan toleransi antarumat beragama dengan memberikan ucapan selamat Natal kepada umat Kristen pada 25 Desember 2025.
Tradisi ini berlangsung turun-temurun, di mana warga Muslim dan Buddha berbaris rapi di depan Gereja GPDI Jemaat El Shaddai Thekelan setelah ibadah selesai, saling berjabat tangan, berpelukan, dan mengucapkan selamat.
Dusun Thekelan terletak di kaki Gunung Merbabu, dikenal sebagai “negeri atas awan” dengan mayoritas penduduk beragama Buddha, namun harmonis dengan umat Kristen. Acara ini menjadi bukti nyata kerukunan, di mana ratusan warga lintas agama ikut serta tanpa memandang perbedaan keyakinan.
Kepala Dusun Supriyo menekankan pentingnya solidaritas dan menjaga tradisi ini untuk menciptakan lingkungan adem ayem. Pendeta Viktor Immanuel H.A. menyampaikan terima kasih atas partisipasi warga, yang selalu memberikan ucapan selamat Nata, kepada umat Kristen.
Warga seperti Mbah Sarmi (88 tahun) menyebut tradisi saling ucap selamat dan maaf-memaafkan telah berlangsung puluhan tahun, bahkan sejak lahirnya di dusun tersebut. Keharmonisan ini juga terlihat di hari besar lain seperti Idulfitri dan Imlek Waisak atau acara keagamaan lain.
Tradisi toleransi di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, berakar pada kehidupan harmonis lintas agama yang telah berlangsung turun-temurun sejak zaman nenek moyang. Lokasi di lereng Gunung Merbabu dengan populasi sekitar 720 jiwa dari 220 kepala keluarga yang memeluk Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha menciptakan budaya saling bantu dalam persiapan hari raya agama masing-masing.
Tradisi saling ucap selamat dimulai sebagai kebiasaan alami antarwarga, berkembang sejak tahun 2000-an menjadi momen maaf-memaafkan yang lebih terstruktur.
Penduduk awal seperti Mbah Tekel dan Nyitekel disebut sebagai pelopor pemukiman yang menanamkan nilai kerukunan, di mana umat Buddha mayoritas hidup berdampingan damai dengan agama lain.
Kebersamaan terlihat dalam gotong royong sehari-hari dan perayaan bersama seperti Natal, Idulfitri, Waisak, serta ritual lokal seperti Mreti Dusun Saparan, memperkuat toleransi tanpa konflik signifikan sejak 1985. Kepala Dusun Agus Supriyo menegaskan ini sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas komunal di “negeri atas awan”. **







