Penulis: Sanny | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, GRESIK –Suara tangis pecah di tengah puing Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Di balik debu dan beton yang hancur, puluhan nyawa terjebak menanti keajaiban. Saat asa mulai pudar, datanglah mereka – tim tanggap darurat PT Freeport Indonesia (PTFI) yang membawa semangat kepedulian tanpa batas.
Tanpa ragu, 10 personel PTFI yang terlatih turun ke medan berbahaya. Mereka bukan sekadar tim teknis, melainkan penyelamat harapan yang datang jauh-jauh dari Papua untuk memeluk saudara sebangsa di Jawa Timur.
Di tangan mereka, combi tools dan lifting bag bukan sekadar alat berat, tetapi jembatan hidup bagi korban terjebak.
“Kami datang bukan sebagai perusahaan, tapi sebagai saudara yang merasakan duka yang sama,” ujar Sony Suryanto, Wakil Kepala Teknik Tambang PTFI, dengan suara bergetar saat memeriksa peralatan ekstrikasi.
“Setiap detik di sini adalah perjuangan melawan waktu untuk mengembalikan senyum di wajah anak-anak dan keluarga korban.” kata dia.
Misi Kemanusiaan
Di tengah reruntuhan yang memilukan, kehadiran tim PTFI menjadi sinar terang. Mereka bergabung dalam pasukan penyelamat super yang terdiri dari lebih dari 1.300 personel dari 65 instansi – Basarnas, BPBD, TNI, Polri, hingga relawan biasa.
Namun yang membedakan: peralatan khusus PTFI seperti respirator dan SCBA (alat bantu pernapasan mandiri) menjadi penentu di titik-titik kritis di mana oksigen menipis.
“Lihat mata mereka (tim PTFI) – ada tekad baja di sana,” ujar seorang relawan Basarnas yang bertugas berdampingan.
“Mereka bekerja tanpa henti, bergantian setiap 4 jam, tapi tidak pernah lepas dari fokus. Bahkan saat badai debu mengganggu, mereka tetap maju dengan circular saw-nya.”
Tanpa Jarak
Kolaborasi ini membuktikan bahwa bencana tak mengenal sekat. PTFI, sebagai bagian dari Kementerian ESDM Siaga Bencana, menunjukkan bagaimana korporasi dan pemerintah bisa bersatu dalam satu misi: menyelamatkan nyawa. Tim mereka tak hanya mengoperasikan alat berat, tapi juga menjadi penyejuk jiwa bagi keluarga yang menunggu dengan harapan campur cemas.
“Ketika alat berat kami berhasil mengangkat balok beton yang menjepit korban, isak tangis keluarga pecah. Itu hadiah terindah,” cerita Budi (bukan nama sebenarnya), salah satu anggota tim PTFI.
“Kami pulang bukan dengan medali, tapi dengan doa dari ibu-ibu yang memeluk kami erat sambil menangis.”
Hingga hari ke-X operasi, tim PTFI tetap setia di lokasi. Mereka tak hanya memantau situasi, tapi juga menjaga jembatan emosional antara korban dan dunia luar.
Sony menegaskan: “Kami akan terus di sini sampai titik darah penghabisan. Tidak ada kata ‘cukup’ dalam menyelamatkan nyawa. Koordinasi dengan Basarnas dan seluruh pihak akan terus kami jaga, karena di balik reruntuhan ini, ada masa depan yang harus kita selamatkan.” **