Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
SURABAYA, KREDONEWS.COM– Setiap tanggal 3 Desember, dunia memperingati Hari Internasional Penyandang Disabilitas (IDPD). Peringatan yang digagas PBB sejak tahun 1992 ini bertujuan mendorong pemenuhan hak dan penerimaan penuh terhadap teman-teman difabel di tengah masyarakat.
Tahun ini, tema besar yang diangkat adalah “Membangun masyarakat inklusif disabilitas untuk mempercepat kemajuan sosial”. Semangat ini sejalan dengan pertemuan puncak pembangunan sosial yang berlangsung di Doha, Qatar.
Tujuan utamanya jelas: mengangkat derajat, hak, dan kesejahteraan penyandang disabilitas di segala bidang.
Dunia perlu lebih sadar akan hambatan politik, sosial, dan ekonomi yang masih membelenggu mereka, serta segera mewujudkan janji kesetaraan.
Realitas dan Tantangan di Lapangan
Meskipun lebih dari 190 negara telah sepakat pada konvensi hak disabilitas (CRPD), pelaksanaannya masih menghadapi jalan terjal.
Para aktivis terus menyuarakan agar kelompok difabel lebih didengar, mengingat banyaknya masalah mendasar yang belum tuntas:
* Kesenjangan Akses: Di daerah pelosok, layanan kesehatan, sekolah, hingga transportasi umum masih sangat sulit dijangkau.
* Ketimpangan Ekonomi: Angka pengangguran masih tinggi. Di negara maju (OECD) saja, hanya 44% penyandang disabilitas yang bekerja, jauh di bawah angka non-disabilitas yang mencapai 75%.
* Hambatan Hukum: Banyak kantor polisi dan pengadilan yang belum ramah kursi roda, serta prosedur hukum yang menyulitkan.
Peringatan dari Laporan Global 2025
Sebuah laporan penting bertajuk Global Disability Inclusion Report 2025 yang dirilis oleh koalisi UNICEF, WHO, dan mitra internasional lainnya memberikan “kartu kuning” bagi dunia.
Kemajuan dinilai berjalan lambat. Dari 114 negara, baru 53 negara yang memperbarui undang-undang mereka sejak 2006.
Dampaknya sangat serius. Secara ekonomi, pengabaian tenaga kerja disabilitas membuat negara-negara berkembang kehilangan potensi pendapatan hingga 7% dari PDB mereka. Inklusi bukan lagi sekadar cita-cita, melainkan kebutuhan mendesak agar masyarakat lebih tangguh menghadapi krisis.
Tiga Ancaman Ketimpangan Baru
Laporan tersebut juga menyoroti bagaimana penyandang disabilitas makin tertinggal dalam tiga tren global utama saat ini:
1. Krisis Iklim dan Bencana
Mereka paling berisiko saat bencana, namun sering dilupakan dalam penanganannya.
* Tempat pengungsian kerap tidak memiliki jalur landai atau toilet aksesibel.
* Sistem peringatan bahaya hanya mengandalkan suara sirene, tanpa tanda visual atau teks bagi teman Tuli.
2. Transformasi Digital
Teknologi yang seharusnya membantu justru bisa menjadi tembok penghalang baru jika tidak dirancang dengan benar.
* Aplikasi layanan publik sering tidak bisa dibaca oleh perangkat pembaca layar (screen reader) bagi tunanetra.
* Website pendidikan tidak menyediakan teks alternatif pada gambar, menghambat akses belajar siswa dengan gangguan penglihatan.
3. Migrasi dan Perbatasan
Sistem imigrasi sering kali kaku dan melelahkan secara fisik.
* Pos pemeriksaan tanpa jalur khusus kursi roda menciptakan antrean yang menyiksa.
* Formulir digital yang tidak aksesibel memaksa penyandang disabilitas terus bergantung pada bantuan orang lain.****











