Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Pubertas kedua, yang sering terjadi sekitar usia 40 tahun, melibatkan perubahan fisik dan psikologis yang signifikan yang dapat berdampak negatif pada hubungan perkawinan jika tidak dikelola dengan baik.

Puber kedua adalah istilah populer yang merujuk pada perubahan fisik, emosional. Namun, dalam dunia medis, istilah “puber kedua” tidak dikenal secara resmi dan lebih sering dikaitkan dengan fenomena psikologis yang disebut midlife crisis atau krisis paruh baya.
Ditulis International Journal of Islamic Thought and Humanities, Fase ini ditandai dengan perubahan kadar hormon, perubahan kepercayaan diri, dan kebutuhan emosional yang berkembang, yang dapat menyebabkan konflik antara pasangan.
Tantangan Psikologis dan Emosional
Selama pubertas kedua, individu sering mengalami peningkatan kepekaan ego dan kebutuhan yang lebih kuat akan kasih sayang dan perhatian dari pasangannya. Namun, seiring menurunnya vitalitas fisik, dinamika hubungan yang biasa dapat berubah, yang menyebabkan frustrasi dan kesalahpahaman.
Ketika salah satu atau kedua pasangan gagal menyesuaikan diri dengan perubahan ini, hal itu dapat menyebabkan jarak emosional, ketidakpuasan, dan bahkan mencari perhatian di luar pernikahan, yang mengancam stabilitas perkawinan
Perubahan Peran dan Harapan
Transisi paruh baya mengharuskan pasangan untuk beradaptasi dengan peran baru yang sesuai dengan tubuh mereka yang menua dan keadaan psikologis yang berkembang. Kegagalan untuk menyelaraskan kembali harapan dan perilaku dengan perubahan ini dapat menyebabkan ketegangan.
Misalnya, berkurangnya keintiman fisik atau perubahan gaya komunikasi dapat disalahartikan sebagai kurangnya cinta atau komitmen, yang dapat meningkatkan konflik
Dampak pada Keharmonisan Pernikahan
Jika pasangan tidak mengenali pubertas kedua sebagai fase alami dan tidak secara aktif berupaya menjaga kasih sayang, hubungan emosional, dan saling pengertian, pernikahan dapat terganggu. Risiko konflik meningkat ketika pasangan merasa diabaikan atau disalahpahami, yang dapat menyebabkan rusaknya kepercayaan dan keintiman
Langkah Pencegahan dari Perspektif Hukum Islam
Penelitian dari sudut pandang hukum keluarga Islam menyarankan beberapa cara untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh pubertas kedua terhadap pernikahan:
Memperbarui niat pernikahan sebagai bentuk ibadah dan komitmen
Menumbuhkan rasa cinta kasih sayang melalui komunikasi yang lembut dan baik
Menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan
Belajar menyesuaikan peran dan perilaku sesuai dengan perubahan fisik dan psikologis untuk bertindak lebih dewasa
Kesimpulan
Puber kedua adalah istilah populer yang merujuk pada perubahan fisik, emosional, dan psikologis yang dialami orang paruh baya, biasanya sekitar usia 40-an hingga 50-an.***