Opini : Aditya | Editor : Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM-SURABAYA: Presiden Prabowo Subianto dikritik karena kebijakannya memberikan makanan bergizi langsung kepada anak-anak dinilai lebih populis daripada membangun kebijakan makro yang memperkuat ekonomi.

Pengamat Kebijakan Sosial, Sirojudin Abbas, menilai langkah ini menghindari solusi jangka panjang seperti mendorong industri dan menciptakan lapangan kerja agar orang tua mampu memenuhi kebutuhan gizi anaknya sendiri.
“Masalah gizi anak adalah tanggung jawab orang tua. Tugas negara adalah memastikan mereka memiliki pekerjaan dan penghasilan layak,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (18/2/2025).
Selain itu, program ini juga memiliki sejumlah kelemahan potensial antara lain:
Beban Anggaran Negara
Program ini berisiko membebani APBN/APBD jika tidak didukung skema pendanaan berkelanjutan. Awalnya dirancang untuk 17 juta penerima, cakupan kini diperluas menjadi 82,9 juta orang, menyebabkan lonjakan anggaran.
Perkiraan biaya meningkat dari Rp 460 triliun saat kampanye Pilpres 2024 menjadi Rp 500 triliun menurut Menko Pangan Zulkifli Hasan. Bahkan, ada rencana pemotongan anggaran hingga Rp 750 triliun yang dinilai berisiko bagi stabilitas fiskal.
Ketergantungan Penerima Bantuan
Program ini berpotensi membuat keluarga miskin semakin bergantung pada bantuan pemerintah tanpa memberdayakan mereka untuk mandiri. Selain itu, anak-anak yang terbiasa menerima makanan gratis bisa kehilangan keterlibatan orang tua dalam pemenuhan gizi mereka.
Risiko Pemborosan
Makanan yang tidak terserap karena anak tidak menyukai menu atau karena risiko kedaluwarsa bisa menyebabkan pemborosan besar. Mengingat makanan yang disediakan adalah makanan segar, pengelolaan distribusi yang tidak optimal bisa meningkatkan risiko ini.
Penulis opini adalah wartawan politik yang pernah menulis di sejumlah media.***