Penulis: Majid | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA- Koalisi Difabel Jawa Timur, aliansi 28 organisasi pendukung inklusi menyambut gembira kebijakan Gubernur Khofifah Indar Parawansa yang menghapus batas usia kerja melalui Surat Edaran Nomor 560/2599/012/2025.

Langkah ini dinilai membuka peluang kerja lebih luas, termasuk bagi penyandang disabilitas. Namun, koalisi menegaskan, tantangan ketenagakerjaan inklusif bagi difabel masih memerlukan solusi konkret.
Apresiasi Kebijakan Progresif:
Abdul Majid , Kordinator Koalisi Difabel Jawa Timur, mengapresiasi kebijakan tersebut sebagai terobosandalam hal kebijakan afirmasi bagi penyandang disabilitas.
“Ini langkah besar untuk kesetaraan. Penyandang disabilitas kerap terhambat usia dan stigma. Kebijakan ini mendukung UU Nomor 8 Tahun 2016,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima awak media pada 5 mei 2025.
Majid yang juga sebagai manajer Gadisku Learning Center atau Lembaga pelatihan kerja Gadisku optimistis kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan kuat jika dibarengi dengan revisi perda nomor 3 tahun 2016 tentang perlindungan dan pelayanan penyandang disabilitas yang telah kadaluarsa.
Sebaliknya, pihaknya pesimistis surat edaran tersebut tidak akan optimal jika tidak ada dasar hokum yang kuat seperti perda disabilitas, karena sifat surat edaran hanya sekedar himbauan.
Tantangan Inklusifitas Kerja:
Sementara itu, Wahyudi, dosen Univesitas Widya Mandala yang juga anggota koalisi yang tergabung dalam kelompok kerja (pokja-2 bidang Pendidikan dan pemberdayaan ekonomi) mencatat sejumlah kendala di sektor ketenagakerjaan disabilitas di jawa timur diantaranya:
Pertama, banyak tempat kerja belum ramah disabilitas, kekurangan akses fisik hingga teknologi asistif.
Kedua, kesenjangan keterampilan membuat difabel sulit bersaing di pasar kerja.
Ketiga, Stigma bahwa difabel kurang kompeten masih mengakar, padahal saat ini sudah banyak difabel lulusan Pendidikan tinggi dan mempunyai sertifikasi profesi dibidangnya masing-masing.
Keempat, kepatuhan perusahaan terhadap kuota 1% pekerja difabel sesuai UU Nomor 8 Tahun 2016 masih rendah. Data Disnakertrans Jatim 2022 “dikutip dari berbagai sumber” menyebut hanya 60 dari 39.861 perusahaan mempekerjakan 866 difabel.
Kelilama, terakhir, minimnya data pencari kerja difabel menyulitkan penempatan kerja.
Rekomendasi Koalisi Difabel JATIM:
Sementara itu Edy Cahyono, founder Rumah Kinasih kabupaten blitar anggota Koalisi yang tergabung dalam kelompok kerja (pokja-2 bidang Pendidikan dan pemberdayaan ekonomi) membidangi urusan ketenagakerjaan mengusulkan lima langkah strategis kepada gubernur Kofifah diantaranya:
Pertama, memperkuat Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan di setiap kabupaten/kota.
Kedua, mengawasi kepatuhan kuota 1% pekerja difabel dengan sanksi tegas.
Ketiga, Menyerukan perluasan pelatihan keterampilan di lingkungan UPT terkait, sekolah inklusi dan luar biasa berbasis vokasi agar diselaraskan dengan kebutuhan dunia kerja dan industry.
Keempat, merevisi Perda Nomor 3 Tahun 2013 agar lebih pro-disabilitas. Kelima, membangun database terpadu pencari kerja difabel.
Komitmen Bersama:
Abdul Majid menegaskan, koalisi siap bermitra dengan Pemprov Jatim. “Kami akan kawal kebijakan ini, beri masukan, dan dorong partisipasi difabel sebagai pelaku pembangunan,” ujarnya.
Harapan Kedepan:
Menurut Koalisi, kebijakan Khofifah menjadi angin segar, tetapi tanpa penanganan tantangan inklusivitas, manfaatnya belum maksimal. Koalisi Difabel Jawa Timur mengajak pemerintah, swasta, dan masyarakat berkolaborasi mewujudkan Jawa Timur yang inklusif, tempat difabel berdaya dan setara.***