Menu

Mode Gelap

News

Desa Karuing Dihuni 560 Jiwa Diapit Sungai dan Taman Nasional Warganya Hidup Tanpa Asap Motor

badge-check


					Inilah deretan rumah-rumah penduduk di desa Karuing, Katingan. Gambar diambil dari sisi Sungai katingan, sebagai urat nadi kehidupan bagi 560 jiwa penghuni desa alam nan sejuk dan nyaman. Foto: Gandhi Wasono Perbesar

Inilah deretan rumah-rumah penduduk di desa Karuing, Katingan. Gambar diambil dari sisi Sungai katingan, sebagai urat nadi kehidupan bagi 560 jiwa penghuni desa alam nan sejuk dan nyaman. Foto: Gandhi Wasono

KREDONEWS.COM, KATINGANWartawan Kredonews.com, Gandhi Wasono,  selama dua pekan tinggal di tengah hutan Taman Nasinal Sebangau serta Desa Karuing, Kamipang, Palangkalaraya, Kalimantana Tengah, pada November 2024 lalu. Di bawah hasil catatan perjalanannya.

Desa Karuing adalah perkampungan sangat elok.  Diapit oleh dua bentang alam  berbeda, yakni sungai Katingan, sekaligus menjadi urat nadi transpotasi masyarakat, serta hutan taman nasional Sebangau yang menjadi habitat tumbuhan dan aneka satwa liar. Keindahan alam hutan tropis Taman Nasional Sebangau sampai menarik perhatian sutradara Dwight H. Little, menjadi taman nasional sebagai lokasi syuting film Anaconda 2 besutannya.

Perahu kelotok dengan suaranya khas lalu lalang melintas diatas sungai Katingan, pada siang itu airnya mengalir cukup deras. Perahu kelotok, tetapi orang setempat menyebut dengan sebutan ces adalah moda transportasi utama.

Oleh masyarakat setempat ces dimanfaatkan untuk  mencari ikan, angkutan orang bahkan membawa barang barang daganggan. Sungai Katingan sebagai sarana transportasi masyarakat, bahkan sesekali waktu ada kapal tongkang dengan muatan penuh melintas diatasnya.

Saya ke Karuing bersama Nurdin Razak, ahli ekowisata, untuk memberi pelatihan peningkatan kapasitas masyarakat desa penyangga kawasan taman nasional. Acara tersebut diselenggarakan kerjasama antara Taman Nasional Sebangau dengan Borneo Nature Foundation (BNF).

Empat hari pertama saya tinggal di homestay kawasan Punggualas, terletak diatas sungai gambut di tengah hutan yang dibagun oleh Badan Restorasi Gambut (BKG) agar dikelola oleh masyakatat Desa Karuing.

Dari Punggualas saya kemudian bergeser ke Desa Karuing,  memakan waktu sekitar 30 menit  menggunakan ces. Karuing adalah desa penyangga atau desa yang berbatasan langsung dengan taman nasional.

Perjalanan menunju ke sana dalam suasana cerah. Langit biru dengan awan putih bersih berarak-arak sangat indah. Dari atas perahu terlihat Karuing sebuah desa yang tenang dan damai. Warganya menempati rumah tinggal berderet di sepanjang tepian sungai. Tampak pula bangunan sarang burung walet berupa bangunan tembok lebih tinggi dari rumah penduduk dengan lubang di sekelilingnya sebagai pintu keluar-masuk burung.

Inilah pemandangan rerimbunan hutan taman nasional Sebangau, diambil dari sudut desa Karuing. Foto: Gandhi Wasono.

Di Karuing, saya tinggal di homestay milik Ibu Neliyani atau yang akrab disapa Mama Leha. Meski sederhana, bagi saya homestay berbentuk rumah panggung dari kayu ulin ini memiliki view istimewa. Di belakang rumah ada sebuah teras menghadap langsung ke sungai Katingan sekaligus terdapat “dermaga” untuk naik atau turun perahu. Jadi dari teras itu pula mata dengan leluasa memandang sungai dengan segala aktivitasnya.

Diseberang sungai selebar sekitar 200 meter tersebut terbentang luas hutan tropis khas Kalimantan, menjadi habitat berbagai satwa liar mulai berbagai jenis burung dan primata sampai reptilia. “Kadang kalau sore dari kejauhan ranting pohon di tepi sungai itu bergerak-gerak pada saat  gerombolan bekantan bergelantungan,” kata Mama Leha  pemilik homestay.

Secara geografis Karuing terletak di tepi sungai Katingan yang masuk wilayah Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan, Palangkaraya (Kalteng). Bagi penyuka travelling terutama yang gemar menjelajah daerah baru hampir pasti Karuing dengan lingkungan alamnya menjadi salah satu destinasi yang sangat menarik untuk disingahi. Karuing adalah desa cantik dengan suasana alam yang eksotis khas Kalimantan.

Di sepanjang tepian sungai sejak dari desa Karuing hingga Desa Pagatan yang paling ujung menghadap laut Jawa yang berjarak ratusan kilometer terdapat puluhan desa. Antar satu desa dengan desa lain tidak ada jalan darat semua melalui jalur air. Jarak antar desa juga bervariasi, ada yang cukup 30 menit menggunakan ces, tapi ada yang memerlukan waktu 1,5 jam lamanya agar sampai tujuan.

Sedang dari Karuing ke arah hulu atau orang menyebut daerah atas yang masuk wilayah Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya jaraknya ratusan kilometer pula. Di sepanjang aliran sungai juga terdapat desa-desa yang dihuni oleh suku Dayak. Yang menarik masing-masing suku memiliki perbedaan adat istiadat, kepercayaan, agama dan bahasa. Masyarakat Dayak, ada yang menganut kepercayaan asli yakni Kaharingan, Kristen juga Islam.

Bahkan soal bahasa daerah suku Dayak memiliki ragam bahasa yang sangat banyak. Dimana antar suku yang tinggal di satu kampung berbeda sama sekali dengan kampung lainnya.

Desa Karuing sendiri dihuni 184 KK terdiri dari 560 jiwa dan masuk golongan suku Dayak Katingan yang satu desa mayoritas beragama Islam. Lokasi desa ini berhimpitan dengan kawasan hutan, sehingga udaranya bersih segar. Apalagi, di desa ini tidak ada satu pun kendaraan bermotor. hanya sesekali sepeda onthel melintas.

Perahu ces merupakan alat transportasi sekaligus sebagai urat nadi untuk kehidupan bagi warga Karuing. Foto: Gandhi Wasono

Jalan utama desa dari ujung ke ujung sepanjang 1.340 meter terbuat dari kayu ulin selebar 1.5 meter. Jadi ketika berjalan ada suara “musik” yang mengiringi. Jalan desa tersebut diapit oleh deretan rumah penduduk. Satu deret rumah warga membelakangi sungai dan satu deret lainnya membelakangi hutan desa. Karena lembab dan semua bangunan berada diatas panggung sehingga desa ini nyaris tidak berdebu.

Karena tidak ada saluran listrik PLN, masing-masing rumah menggunakan panel surya tapi sumber daya hanya mampu untuk lampu dengan wat rendah dengan waktu terbatas. Sebagian warga memiliki diesel pembangkit listrik selain untuk tambahan penerangan juga untuk ngecas handphone.

Pun demikian saluran seluler juga tergantung dengan cuaca. Kalau pas terik matahari BTS seluler bisa bekerja seharian, tetapi kalau hujan atau mendung jangan kaget handphone tiba-tiba mati karena pasokan listrik dari panel surya berhenti.

Fasilitas pendidikan di desa tersebut terdapat sekolah TK, SD dan SMP. Jika selepas SMP ingin melanjutkan ke SMA maka siswa harus ke Kasongan, ibukota Kabupaten Katingan atau ke Palangkaraya, ibukota provinsi.

“Kalau ingin melanjutkan SMA harus kos di luar daerah. Itulah salah satu penyebab anak Karuing sebagian besar hanya tamatan SMP karena orangtua nya tidak mampu menyekolahkan keluar desa,” kata Jeki warga setempat yang mendampingi kemanapun kami pergi.

Sebagian besar masyarakat desa Karuing mata pencariannya mencari ikan di sungai sedang lainnya bekerja di tambang emas ilegal yang banyak terdapat di sepanjang sungai.**

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

SPMB 2025: Jarak Bukan Lagi Penentu Lolos Tidaknya, Tapi

11 Mei 2025 - 20:40 WIB

Artis Indonesia Cetak Rekor, Raup Royalti US$10 Miliar Sepanjang 2024

11 Mei 2025 - 18:12 WIB

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Ketat di Kejaksaan Seluruh Indonesia

11 Mei 2025 - 16:26 WIB

Kades Mojoduwur Nyaris Tertipu Jutaan Rupiah

11 Mei 2025 - 15:08 WIB

Ketegangan Pakistan-India Meningkat: 77 Drone Buatan Israel Milik India Jatuh

11 Mei 2025 - 14:58 WIB

Sambut Hari Kemerdekaan, Desa Plumbongambang Jombang Akan Menggelar Pameran Manik-manik Nasional

11 Mei 2025 - 13:05 WIB

Dr Lee Woo Guan, Ahli Operasi Nyeri Lutut dan Pinggul dengan Minimal Invasif

11 Mei 2025 - 09:55 WIB

Perempuan Kelahiran Surabaya Ungkap Sosok Penting di Balik Video Viral Tren Kim Seon Ho Smile Challenge

10 Mei 2025 - 21:52 WIB

Zhang Ziyi Baik-baik Saja Setelah Kecelakaan Panggung di Huabiao Awards

10 Mei 2025 - 21:28 WIB

Trending di Life Style