KREDONEWS.COM, SURABAYA – Penelitian maskulinitas atau norma kelelakian dalam studi gender di Indonesia masih sangat kurang. Studi gender masih didominasi oleh kajian tentang perempuan dan norma keperempuanan. Studi tentang perempuan mulai marak sejak tahun 1970-an di Barat.
Sementara itu, kajian tentang kelelakian sebagai suatu kajian akademik interdisipliner tentang laki-laki dan maskulinitas juga mulai diajarkan pada universitas. Munculnya kajian feminitas dan maskulinitas sama-sama berawal dari upaya untuk melindungi hak serta menjaga kesetaraan.
Namun, kondisi yang terjadi di Barat berbeda dengan Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Nur Wulan Dra MA PhD menyampaikan orasi ilmiahnya pada Rabu (18/12/2024) di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C UNAIR.
Ia mengungkapkan bahwa kajian akademik tentang laki-laki dan maskulinitas masih sangat jarang dilakukan di universitas. “Sampai saat ini, belum ada satupun jurnal akademik yang khusus membahas tentang laki-laki dan maskulinitas. Begitu juga dengan program studi yang khusus mengkaji tentang laki-laki dan maskulinitas pada universitas di Indonesia,” ungkapnya dilansir melalui berita unair.ac.id.
Krisis Maskulinitas dan Pentingnya Jati Diri Laki-laki
Menurut Prof Wulan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis maskulinitas. Salah satunya karena situasi perekonomian yang sulit. “Ketika lowongan pekerjaan semakin sedikit dan banyak perusahaan harus gulung tikar, tidak semua laki-laki bisa bekerja menjadi pencari nafkah utama. Ini menyebabkan laki-laki tidak bisa menjalankan tugasnya,” jelasnya.
Selain itu, banyaknya bidang-bidang pekerjaan keterampilan yang terbuka untuk perempuan semakin memperparah krisis maskulinitas yang terjadi. “Situasi seperti ini bisa menjadi pemicu kuat munculnya kekerasan dalam rumah tangga, kriminalitas, dan depresi. Jika gejala tersebut muncul dalam keluarga, maka korban utamanya adalah perempuan dan anak-anak,” imbuhnya.
Menyikapi krisis maskulinitas yang terjadi, Prof Wulan menyampaikan bahwa dalam konteks masyarakat Indonesia penting untuk mempelajari secara lebih mendalam tentang apa makna atau arti menjadi laki-laki Indonesia. “Hal ini penting sebagai salah satu upaya untuk mengukuhkan jati diri laki-laki Indonesia,” sebutnya.
Prof Wulan berharap laki-laki Indonesia mampu memiliki akar ke-Indonesia-an yang kuat demi perwujudan jati dirinya. “Laki-laki Indonesia harus memiliki akar budaya yang kuat, terutama yang terkait dengan esensi dan prinsip dasar falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila,” harapnya