Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-JAKARTA: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi memberlakukan aturan baru terkait pajak daerah melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. Regulasi ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah.

Salah satu pajak yang diatur adalah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), yang dikenakan pada penggunaan bahan bakar oleh kendaraan bermotor dan alat berat. Pajak ini diterapkan saat penyedia bahan bakar menyerahkan produk kepada konsumen akhir.
“Bahan bakar yang dimaksud mencakup semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor dan alat berat,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, Jumat (23/3/2025).
Morris menjelaskan, objek PBBKB adalah transaksi penyerahan bahan bakar oleh penyedia, termasuk SPBU, produsen, importir, atau pihak yang menggunakan bahan bakarnya sendiri.
Baca juga
SMA Taruna Pamong Praja Pertama di Jawa Timur Buka Pendaftaran Siswa Baru, Begini Konsepnya
Malang: Polri Minta Maaf atas Insiden Kekerasan Terhadap Peserta Aksi Tolak RUU TNI
Siapa yang Membayar Pajak?
Subjek pajak dalam aturan ini adalah masyarakat sebagai konsumen bahan bakar, sementara wajib pajak ditujukan kepada penyedia bahan bakar, seperti produsen dan importir. Pajak ini sudah termasuk dalam harga jual bahan bakar yang dibayarkan oleh konsumen.
Dasar perhitungan PBBKB mengacu pada nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan PPN. Tarif yang berlaku di Jakarta ditetapkan sebesar 10%. “Namun, untuk kendaraan umum, pemerintah memberikan insentif berupa tarif pajak yang lebih rendah, yaitu sebesar 5% atau setengah dari tarif normal,” tambahnya.
Simulasi Harga Setelah Pajak
PBBKB dihitung dengan rumus:
PBBKB = Nilai Jual Bahan Bakar × Tarif Pajak (10%)
Contohnya, jika harga bahan bakar sebelum PPN Rp10.000 per liter, maka PBBKB yang dikenakan Rp1.000 per liter.
Pengenaan Pajak
Pajak ini berlaku saat bahan bakar diserahkan kepada konsumen, sehingga langsung diperhitungkan dalam harga yang dibayarkan. PBBKB hanya diterapkan untuk transaksi bahan bakar di wilayah DKI Jakarta dan menjadi sumber pendapatan daerah untuk mendukung pembangunan infrastruktur, transportasi, serta layanan publik lainnya.
Tujuan Pajak BBM
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan dan efisien. Pemberian insentif bagi kendaraan umum mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung transportasi publik yang lebih terjangkau.
“Melalui kepatuhan terhadap kebijakan pajak daerah seperti PBBKB, masyarakat turut berkontribusi dalam pembangunan kota yang lebih baik,” pungkasnya.
Polemik Pajak BBM
Pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) di DKI Jakarta menjadi 10 persen berdampak pada biaya operasional kendaraan. Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menilai, kenaikan ini memicu peningkatan biaya transportasi umum dan logistik, yang berpotensi mendorong inflasi karena BBM adalah komponen vital ekonomi.
Dari laman Tempo, Yannes mengungkap.kenaikan pajak ini bisa mempengaruhi keputusan pembelian kendaraan, mendorong minat terhadap kendaraan hemat energi seperti listrik. Namun, faktor lain seperti infrastruktur dan kebijakan pemerintah tetap berperan dalam percepatan adopsi kendaraan listrik (EV).
Ia mengingatkan, kebijakan ini akan menimbulkan masalah sosial jika tidak diimbangi dengan ketersediaan alternatif yang terjangkau, baik kendaraan listrik maupun transportasi umum. “Oleh karena itu, kenaikan tarif pajak BBM untuk mendorong adopsi kendaraan listrik perlu diiringi dengan upaya-upaya untuk meningkatkan ketersediaan alternatif yang terjangkau.”
Yannes juga menyoroti dampak kebijakan ini bagi daerah penyangga Jakarta, seperti Jawa Barat dan Banten. Ia menyarankan pemerintah memberikan subsidi atau insentif bagi pembelian EV serta mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung kendaraan listrik agar kebijakan ini efektif dan tidak membebani masyarakat berpendapatan rendah.***