Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM- JAKARTA– Kapten (Inf) Dali Darulqutni mendadak menjadi sorotan publik setelah insiden peneguran oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Mayor Teddy Indra Wijaya.

Peristiwa ini terjadi saat Presiden Prabowo Subianto menyambut kedatangan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma.
Saat hujan turun, Kapten Dali spontan memayungi Prabowo dari belakang untuk melindunginya. Aksi ini justru direspons dengan teguran tidak biasa dari Mayor Teddy, yang memberi isyarat agar Dali menutup payung dan menyerahkannya ke rekan.
Teguran tersebut memicu kritik dari netizen dan pengamat dari Koordinator Nasional Kawan Indonesia, Darmawan yang menilai langkah Teddy sebagai tindakan — intervensi antar lembaga — yang tidak pantas, mengingat Kapten Dali merupakan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang bertugas langsung melindungi Prabowo.
Alih-alih dicela, Kapten Dali justru mendapat simpati dan pujian karena kesigapan dan kepatuhannya. Publik pun penasaran dengan sosoknya, yang ternyata memiliki rekam jejak mentereng di dunia militer.
Profil Kapten Dali: Dari Kopassus hingga Paspampres
Kapten Dali Darulqutni adalah lulusan Akademi Militer (Akmil) 2011. Ia menghabiskan sebagian besar kariernya di pasukan elite Kopassus, termasuk Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81/Gultor), unit anti-teror paling bergengsi di Indonesia.
Pengalamannya di medan operasi dan kemampuan taktisnya mengantarkannya menjadi Komandan Tim Pengamanan Pribadi Presiden di Grup A Paspampres.
Menariknya, Dali telah dipercaya mengamankan Presiden sejak era Joko Widodo (Jokowi) dan tetap mempertahankan posisinya di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. Ini membuktikan profesionalisme dan integritasnya yang diakui lintas kepemimpinan.
Mayor Teddy dan Kapten Dali: Rekan Seangkatan, Beda Peran
Mayor Teddy, yang juga lulusan Akmil 2011 dan memiliki latar belakang Kopassus serta Sat-81/Gultor, kini berada di jalur berbeda sebagai Seskab. Meski sama-sama berasal dari korps baret merah, insiden ini menyoroti dinamika hierarki dan protokol militer.
Namun, publik lebih berpihak pada Kapten Dali yang dianggap menjalankan tugasnya dengan loyal, meski harus “ditegur” di tengah upaya melindungi presiden.***