Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara II adalah Adipati kedua dari Kadipaten Mangkunegaran. Kekuasaannya berlangsung selama kurang lebih 39 tahun (1796-1835) dan banyak terlibat dalam persaingan politik yang penting.
Bahkan Legiun Mangkunegaran yang berada di bawah kendali perintahnya juga terlibat dalam Perang Srondol untuk membantu pasukan gabungan Kekaisaran Prancis Pertama – Belanda melawan Perusahaan Hindia Timur Britania Raya yang menguasai Nusantara, penyerangan Inggris ke Yogyakarta tahun 1812, serta Perang Jawa membantu Kesultanan Yogyakarta melawan pasukan Diponegoro (1825 – 1830).
KGPAA. Mangkunegara II memiliki nama kecil yaitu BRM. Sulama. Beliau merupakan putra dari KPH. Prabu Hamijaya dengan GKR. Alit yang merupakan putra dari Susuhunan Pakubuwana III. Sehingga dalam diri KGPAA. Mangkunegara II mengalir darah Susuhunan Pakubuwana III dan KGPAA. Mangkunegara I.
Tampil sebagai Adipati di Pura Mangkunegaran menggantikan kakeknya yang wafat di tahun 1795. Hal ini menjadi peristiwa yang menarik mengenai metode suksesi di Pura Mangkunegaran yang nampak berbeda dengan saudara tua pecahan Mataram lainnya. Perbedaan ini makin tampak dalam pergantian dan masa pemerintahannya.
Tidak heran bila KGPAA. Mangkunegara II yang berasal dari dinasti pejuang tentu yang kental sekali dengan nuansa kemiliteran. Sehingga dalam hal suksesi pergantian Pengageng Pura selalu disiapkan seorang calon yang siap mewarisi tradisi dan cita-cita pendahulunya untuk diwujudkan dalam masa pemerintahan penerusnya.
Tradisi dan adat Jawa yang tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam mengurus negara terbukti dengan keberadaan pasukan tempur wanita sejak perjuangan pendahulunya Pangeran Sambernyawa.
Dalam masa pemerintahannya, KGPAA. Mangkunegara II banyak disibukkan oleh beberapa peperangan dan perluasan wilayah sehingga bisa dikatakan kurang menghasilkan karya seni di bidang kesenian. Dalam asuhan kakeknya, KGPAA. Mangkunegara I, persiapan untuk menjadi pengganti kakeknya telah ditetapkan.
Hal ini dikarenakan ayahnya yang bernama KPH. Prabu Hamijaya telah meninggal mendahului sebelum kakeknya wafat. Dan suasana antar kekuasaan di Jawa saat itu sedang dalam ketidakramahan mengenai penentuan tapal batas wilayah kekuasaan. Sehingga antar tetangga sering terjadi ketegangan yang berujung pada perang terbuka. Dengan pengalaman pada masa mudanya BRM. Sulama tumbuh menjadi seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan mengikuti jejak kakeknya yang legendaris.
Rivalitas antar kekuasaan yang sering dibumbui oleh Belanda demi mempertahankan neraca keseimbangan perpolitikan antar kerajaan pada masa sebelum pembubaran VOC sering dipertahankan, karena Belanda menyadari bahwa kekuatan pemaksa militernya adalah lemah.
Sehingga dalam kondisi itu tidak jarang malah terjebak situasi rumit dengan berbagai intrik dan desas-desus yang memanaskan situasi. Sehingga keadaan semacam ini adalah suatu kondisi super ideal bagi penguasa Pura Mangkunegaran untuk bermain di air keruh.
KGPAA. Mangkunegara II adalah komandan dan penguasa pertama Pura Mangkunegaran dalam sejarah Legiun Mangkunegaran. Kolonel adalah pangkat tertinggi di korps militer bergengsi keprajuritan Legiun Mangkunegaran. Secara historis, keberadaan Legiun Mangkunegaran dengan komandannya merupakan warisan dan kelanjutan dari kakeknya dan formasi pasukan-pasukan pilihan sebelumnya. Kakeknya dalam kepangkatan militer bisa disetarakan jenjang Jenderal, sedangkan bagi KGPAA. Mangkunegara II dan para penggantinya nanti hanya mencapai jenjang Kolonel saja.
Dalam tahun 1825 sampai tahun 1830 di Jawa dilanda perang yang menghadapkan Belanda pada pasukan Diponegoro. Dan dalam perang ini KGPAA. Mangkunegara II lebih mengambil sikap netral dengan hanya berjaga-jaga saja di perbatasan wilayah Kasultanan dan Mangkunegaran. Sikap berjaga-jaga ini sebagai upaya untuk membendung Perang Diponegoro agar tidak menjalar ke wilayah Pura Mangkunegaran, serta menutup kemungkinan adanya pelarian perang memasuki wilayah Praja Mangkunegaran yang dapat menyeret masuk dalam kancah perang.
KGPAA. Mangkunegara II baru terlibat dalam Perang Jawa ini karena diminta bantuan untuk membantu Sultan Hamengkubuwana V yang terjebak dalam kepungan pasukan Diponegoro dan Legiun Mangkunegaran dimintai bantuan untuk mengusir para pasukan pengepung. Karena Kasultanan Yogyakarta yang makin terdesak oleh pasukan Diponegoro, akhirnya membuat Kolonel Wiranegara selaku komandan pasukan Kasultanan harus mengajukan bantuan pasukan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menerobos kepungan, yang selanjutnya permintaan tersebut diteruskan pada pihak Surakarta.
Sehingga karena diminta bantuan inilah, Legiun Mangkunegaran akhirnya tidak bisa bersikap netral lagi sehubungan dengan keselamatan Sultan Hamengkubuwana V yang sedang terkepung. Akhirnya dengan bantuan pasukan dari Kasunanan, Pakualaman dan Mangkunegaran akhirnya Sultan Hamengkubuwana V dapat diselamatkan dari kepungan dan penangkapan.***