Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Pendiri Paguyuban Wanita Bersanggul Indonesia, Ris Handono, yang akrab disapa Cak Ris, menegaskan komitmennya melestarikan budaya Nusantara melalui sanggul dan kebaya.
Pria asal Surabaya itu mengatakan, “Saya mendirikan komunitas wanita bersanggul Indonesia dengan tujuan melestarikan kebudayaan bangsa Indonesia.”
Menurutnya, tradisi tata rambut dan busana perempuan hadir dari Sabang hingga Merauke sebagai identitas bersama bangsa Indonesia.
Gerakan tersebut sejatinya telah ia jalani hampir tujuh tahun. Namun, komunitas Wanita Bersanggul Indonesia baru dilegalkan secara organisasi sekitar tiga setengah tahun terakhir.
“Itu dilegalitaskan sekitar 3,5 tahun ini,” ujarnya. Dengan status legal, paguyuban ini semakin terstruktur dan mampu menjangkau lebih banyak perempuan yang merindukan penggunaan busana tradisional.
Perkembangannya terbilang pesat. Hingga kini, paguyuban telah hadir di puluhan daerah. “Oh, sekarang ada 28 kota di Indonesia,” kata Cak Ris
Cabang-cabang tersebut tersebar di berbagai wilayah, mulai dari kota-kota di Jawa hingga luar Pulau Jawa. Bahkan, semangat melestarikan budaya ini menembus Eropa dengan berdirinya komunitas di Belanda.
“Satu lagi di negeri Belanda, di kota Derhak itu ada satu,” ungkapnya, merujuk pada perempuan Indonesia yang menetap di sana dan rindu akan tanah air.
Cak Ris juga memberi perhatian khusus pada keterlibatan generasi muda. Ia menjelaskan bahwa anggota usia muda dihimpun dalam wadah tersendiri agar lebih nyaman berinteraksi.
“Itu kita komodir dengan nama wanita bersanggul Indonesia generasi muda,” jelasnya. Sementara itu, kelompok ibu-ibu memiliki forum berbeda agar komunikasi antargenerasi tetap selaras.
Bagi Cak Ris, sanggul dan kebaya bukan sekadar busana, melainkan simbol identitas nasional. Ia mencontohkan bagaimana kimono identik dengan Jepang dan sari dengan India.
Dengan logika yang sama, sanggul dan kebaya menjadi penanda visual bangsa Indonesia. “Identitas itu bisa dari bahasa Indonesia, bisa dari budaya bisa jadi busana,” tegasnya.
Ia mengingatkan pentingnya menjaga jati diri agar tidak tergeser budaya asing. “Jadi jangan sampai identitas kita ini terganti dengan identitas bangsa lain,” ujarnya.
Cak Riz menutup dengan ajakan untuk bangga pada warisan leluhur. “Leluhur membuat kebaya, sanggul, kebaya, Dengan pemikiran yang tingkat tinggi,” dan generasi sekarang memiliki tanggung jawab untuk menjaga serta meneruskannya.***











