Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JOMBANG-Kabupaten Jombang menegaskan komitmennya sebagai daerah ramah inklusi melalui simulasi evakuasi bencana yang melibatkan seluruh Sekolah Luar Biasa (SLB) di wilayahnya.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh BPBD Jombang bertepatan dengan peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) pada April 2025. Sebanyak 16 SLB, mulai jenjang SD, SMP, hingga SMA, ikut berpartisipasi.
PLT Kalaksa BPBD Kabupaten Jombang, Wiko Bhirawa Filipe Diaz Quintas, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan wujud kepedulian terhadap penyandang disabilitas, pendamping, kepala sekolah, dan guru. “Bagi saya penyandang disabilitas tidak perlu ditutupi atau dikucilkan, justru perlu diberdayakan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan dipusatkan di Lapangan Pulo, Jombang, meski simulasi juga dilakukan secara serentak di masing-masing SLB. “Kegiatan ini kita tampilkan secara live, ada tiga layar: satu untuk BNPB Pusat, satu untuk Provinsi, dan satu lagi untuk melaporkan kegiatan di masing-masing SLB,” jelasnya.
Wiko menambahkan, siswa mendapat pendampingan hingga mampu memberikan pertolongan kepada sesama saat bencana.
Suasana simulasi berlangsung penuh haru. Bupati, personel BPBD, siswa, dan para guru terlihat terenyuh menyaksikan semangat serta kerja sama yang terjalin selama pelatihan.
Momen tersebut menjadi bukti bahwa pendampingan yang tepat mampu membangkitkan rasa percaya diri bagi penyandang disabilitas.
Wiko menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan yang kedua kalinya. “Yang pertama kami menjemput dari sejumlah sekolah untuk kemudian kami latih,” pungkasnya.
Supervisor Pengendali Operasional BPBD Kabupaten Jombang, Stephanus Maria Eduat, S.IP., M.MB (Peppy) memaparkan bahwa ide kegiatan ini berawal dari kesadaran bahwa kelompok paling rentan saat bencana adalah mereka yang membutuhkan perhatian khusus.
Menurutnya, kelompok rentan juga mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia. Namun, tantangan terbesar ada pada siswa SLB.
“Kalau kita mau ngomongkan early warning system, untuk yang tidak berkebutuhan khusus cukup suara atau sirene. Tapi untuk adik-adik kita yang berkebutuhan khusus, mau ngapain? Kalau berbasis cahaya, yang buta tidak bisa melihat. Kalau berbasis suara, yang tuli tidak bisa mendengar,” jelasnya.
Oleh karena itu, BPBD menyesuaikan jalur evakuasi dan metode simulasi agar sesuai kebutuhan. Pelatihan dilakukan bersama guru serta pendamping.
“Akhirnya kami berhasil mensimulasikan, dan kesimpulannya fokus tetap pada adik-adik melalui para pendamping,” ujarnya.
Peppy menambahkan, simulasi gempa bumi dilaksanakan serentak di 16 SLB dengan melibatkan relawan dan personel BPBD.
Kegiatan ini mendapat perhatian khusus dari Bupati Jombang setelah mengetahui bahwa sekolah-sekolah tersebut belum pernah mendapatkan pelatihan serupa dari pemerintah daerah.
Meski dihadapkan pada banyak tantangan, Peppy menilai kegiatan ini membuahkan hasil positif. “Yang paling sukses itu mereka punya semangat hidup. Bukan hanya adik-adik, tapi juga para pendampingnya,” tegasnya.
Pelatihan dilaksanakan secara bertahap, mulai dari koordinasi dengan guru selama satu minggu, simulasi awal, hingga puncak acara yang disiarkan langsung ke BNPB Pusat, Provinsi, dan seluruh SLB di Kabupaten Jombang. **