Menu

Mode Gelap

Internasional

Hal Paling Mengerikan Mungkin Bakal Meledak di Suriah

badge-check

Bahwa kaum Druze lebih memilih berpihak pada Israel daripada Damaskus menunjukkan betapa dalamnya kemarahan lokal yang tak kunjung reda. Warga sipil Druze menerima perawatan di rumah sakit setelah dievakuasi oleh pasukan pemerintah Suriah; 16 Juli 2025

 

Terjemahan dari artikel asli: The Worst May Be Yetto Come in Syria

Michael Rubin*

DAMASKUS, Suriah — Ada satu hal yang sama-sama dirasakan oleh pengungsi Suriah yang memadati bus-bus di Jdeidet Yabous, kawasan penyeberangan utama dari Libanon menuju Suriah. Mereka sama-sama gembira karena bakal kembali ke negeri mereka, Suriah.

Balita dan bahkan remaja bergembira. Soalnya, mereka belum pernah menginjakkan kaki di negara mereka. Orangtua mereka mengaku tidak pernah menyangka akan kembali. Jatuhnya Presiden Suriah Bashar al Assad mengejutkan mereka. Sama seperti ia mengagetkan Assad sendiri dan dunia luar.

Suasana Jdeidet Yabous terasa santai. Keluarga-keluarga berkumpul dan berfoto bersama  berbalutkan bendera Suriah yang baru. Untuk menangani kepulangan pengungsi, rezim Suriah yang baru menyediakan meja khusus bagi mereka yang kembali tanpa dokumen. Petugasnya pun tidak bersenjata. Mereka justru bekerja sama erat dengan pihak Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi untuk memastikan pengungsi segera kembali, baik di perbatasan maupun ketika mereka kembali ke kota-kota dan desa-desa yang telah berubah menjadi tumpukan puing akibat perang.

Damaskus sendiri memperlihatkan ilusi yang wajar. Ketika  berkendara dari barat Suriah, gedung-gedung tampak berdiri utuh, perdagangan ramai dan lampu lalu lintas berfungsi. Memang, Kementerian Pertahanan Suriah di Lapangan Umayyah pernah dibom, tetapi itu akibat serangan presisi Israel.

Bahkan istana kepresidenan Assad tetap berdiri megah di lereng gunung di atas Hotel Sheraton dan sering dikunjungi diplomat dan pejabat pemerintah. Polisi “Pemerintah Keselamatan Suriah” tampak santai. Para pejabat menatap masa depan, mengupayakan diakhirinya Sanksi Undang-Undang Caesar yang diberlakukan oleh banyak warga Amerika Suriah ketika Assad berkuasa.

Namun, jika langit di atas Suriah cerah hari ini , ia tetap tidak mencerminkan fakta yang mulus. Fakta bahwa Suriah berada di pusat badai. Fakta bahwa Suriah bakal diterjang kekuatan yang berpotensi sama dahsyatnya dengan orang-orang Suriah yang baru saja melarikan diri.

Pemerintah baru bersikap sinis dan secara naif menyangkal perlakuannya yang mengerikan terhadap kaum minoritas etnis dan sektarian. Pembantaian-besaran terhadap kaum Alawiyah dan Druze mereka anggap memang pantas dilakukan atau sekedar respons terhadap provokasi. Akibatnya, kaum Alawiyah melarikan diri mengungsi ke Libanon seiring dengan kembalinya para pengungsi Suriah di sana. Poros konflik seolah sekedar berputar. Bukan beresolusi.

Para pejabat Suriah mengaku mereka dapat mendapatkan kembali kaum Druze di Suwayda dengan lebih banyak bantuan dan asistensi. Faktany, mereka lebih memilih berpihak pada Israel. Siap itu justru memperlihatkan betapa kemarahan masyrakat local terhadap Damaskus belum reda.

Berbeda dengan kaum Alawiyah, kaum Druze tidak akan mengungsi. Mereka memilih kembali ke Israel sebagai benteng pertahanan mereka terhadap ekstremis Sunni dalam koalisi pemerintahan Presiden Ahmad al Sharaa.

Bagi Israel, perhitungannya lebih berkaitan dengan politik daripada keamanan: kaum Druze Israel tidak memilih secara kolektif; mereka menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melindungi saudara-saudara mereka sebagai imbalan atas suara mereka.

Sementara itu, pemerintah Sharaa menolak federalisme yang telah mapan di Kurdi dan tuntutan Druze untuk hal yang sama. Alasannya, federalisme itu akan memecah belah Suriah. Para pejabat Suriah lalu menunjuk kepada Irak serta sistem federalismenya berikut perselisihan antara Baghdad dan Kurdi Irak sebagai model yang harus dihindari.

Namun, bagi Kurdi, sentralisasi Suriah merupakan ancaman eksistensial. Mereka tidak akan pernah mempercayai pemerintah yang beberapa tahun lalu memenggal kepala mereka. Apalagi, Sharaa malah merangkul tentara bayaran Uighur dan Chechnya yang mendukung ISIS namun menuntut milisi Kurdi yang memerangi mereka dibubarkan. Ini sia-sia. Warga Suriah mengatakan sumbu konflik sudah terbakar dan yakin ledakan tak terelakkan.

Puncak badai yang sempurna adalah rencana penyerahan Kamp Al Hol, sebuah kamp pengungsi bagi tahanan ISIS yang selama ini dikelola Kurdi untuk dikelola oleh PBB. Menghadapi rencana itu, Kurdi yang masih menjaga kamp tersebut justru memperketat penjagaannya. Soalnya, Suriah, Turki dan Pemerintah AS menginginkan teroris ISIS dilepaskan. Presiden Suriah Al Sharaan mungkin tulus. Tetapi masuknya masuknya anggota ISIS garis keras ke dalam masyarakat akan seperti menyiramkan bensin ke bara api yang membara.

Presiden Donald Trump dan utusannya untuk Suriah, Tom Barrack, mungkin menginginkan perdamaian dan membayangkan kesepakatan baru untuk membangun kembali Suriah. Tetapi angan-angan yang tidak realistis tidak akan membawa perdamaian. Ketenangan yang dinikmati Damaskus saat ini mungkin akan segera menguap. Pertanyaannya adalah apakah kawasan Suriah yang lebih luas memang siap menghadapi itu semua.

Michael Rubin

Michael Rubin adalah peneliti senior di American Enterprise Institute, dengan ahli dalam persoalan negara-negara Timur Tengah, khususnya Iran dan Turki. Pernah menjadi pejabat Pentagon, dia pernahn terjun langsung menangani persoalan di Iran, Yaman, dan Irak, serta terlibat dengan persoalan Taliban sebelum 9/11. Rubin juga berkontribusi pada pendidikan militer, mengajar unit-unit Angkatan Laut dan Marinir AS tentang konflik regional dan terorisme.

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Mafia Rusia Memutilasi Suami Istri Miliuner Crypto Roman dan Ana Novak di Gurun Hatta

12 November 2025 - 21:48 WIB

Hubungan Faksi Houthi – Sudan Berkembang, AS Perlu Waspada!

12 November 2025 - 20:33 WIB

Pelajaran dari Ayah Mas TRIP, Kekonyolan di Balik “Tenang Belanda Masih Jauh”

12 November 2025 - 18:12 WIB

Sebagian dari 758 M Jembatan Penghubung Provinsi Sichuan China ke Tibet Runtuh

12 November 2025 - 10:27 WIB

Bagai Kanker, Nigeria Bantai Umat Kristen Secara Massal

10 November 2025 - 20:52 WIB

3 Astronaut Tiongkok Terjebak di Antariksa, Setelah Kapsul Dihantam Puing Luar Angkasa

10 November 2025 - 16:45 WIB

Memasukkan Suriah dalam Koalisi Global Anti-ISIS itu Langkah yang Salah

8 November 2025 - 17:17 WIB

Gaji Elon Musk Rp16.700 T Bisa Lunasi Utang RI, Gaji 54 Tahun PNS

8 November 2025 - 17:11 WIB

Kecepatan Komputer Kuantum Google 13.000 Dibanding Super Komputer Frontier

8 November 2025 - 09:43 WIB

Trending di Internasional