Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JAKARTA- Ian Douglas Wilson adalah seorang dosen politik senior dan peneliti di Asia Research Center di Murdoch University yang telah menghabiskan bertahun-tahun meneliti tentang organisasi massa (ormas) dan premanisme di Indonesia.
Isu buku Politik Jatah Preman, terbit sejak 2021, dan sekarang ini mulai mencuat dan menjadi perhatian publik pada tahun 2025 ini. Buku ini karya Ian Douglas Wilson secara langsung memberi penjelasan isi buku ini. Diskursus ini muncul kembali, seperti diunggah akun [email protected], Selasa 14 Oktober 2025.
Isu ini muncul setelah ada diskusi dan pemberitaan media serta aktivis, akademisi, dan pengamat politik yang mengaitkan isi buku dengan fenomena ormas dan premanisme yang semakin nyata dalam situasi politik dan sosial Indonesia terkini.
Ia menulis buku berjudul Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru yang membahas hubungan erat antara ormas, premanisme, dan kekuasaan politik di Indonesia pasca reformasi.
Menurut Ian Douglas Wilson, preman dan ormas bukan hanya pelaku kriminal biasa, tetapi bagian dari sistem politik informal di Indonesia yang menjalin relasi saling menguntungkan dengan politisi, aparat keamanan, dan pengusaha.
Ia melihat negara bukan hanya sebagai institusi formal, tetapi sebagai relasi kuasa di mana kekerasan yang dilakukan oleh ormas-ormas preman merupakan bagian dari praktik politik “normal” di Indonesia.
Dalam konteks demokratisasi dan desentralisasi, kekuatan ormas dan preman digunakan untuk mobilisasi massa, intimidasi lawan politik, dan pengamanan proyek bisnis. Ian juga menyoroti bagaimana operasi antipremanisme oleh Polri bisa dipandang sebagai cara untuk mendisiplinkan ormas jika dilakukan secara sistematis.
Penelitiannya ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih dijalankan dengan logika informal dan patronase, bukan semata berdasarkan institusi formal, sehingga ormas dan premanisme tetap terintegrasi dalam praktik politik di Indonesia pasca Orde Baru.
Ringkasan
Argumen utama dalam buku ini menyoroti bahwa ormas dan preman bukan sekadar kelompok sosial atau kriminal biasa, melainkan bagian dari sistem kekuasaan informal yang terintegrasi dalam praktik politik dan ekonomi di Indonesia.
Isi Utama dan Argumen Sentral
-
Relasi Politik dan Kekuasaan Informal
Wilson menggambarkan bahwa ormas dan preman sering digunakan sebagai alat politik yang memungkinkan kekuasaan untuk melakukan praktik kekerasan, intimidasi, dan pengaruh di luar kerangka institucional formal. Negara tidak hanya berperan sebagai lembaga resmi, tetapi juga sebagai sistem relasi kekuasaan yang melibatkan patronase dan jaringan informal. -
Fenomena Premanisme sebagai Strategi Kontrol
Buku ini menyoroti bagaimana preman dan ormas digunakan sebagai bagian dari strategi menjaga kekuasaan, baik oleh politisi maupun aparat keamanan. Wilson menyatakan bahwa operasi antipremanisme seringkali menjadi bagian dari upaya disiplin atau pengendalian ormas, namun seringkali bersifat setengah hati dan tidak berkelanjutan karena adanya hubungan patronase yang kompleks. -
Premanisme dalam Konteks Demokrasi Baru
Wilson menegaskan bahwa politik Indonesia masih sangat dipengaruhi logika informal dan patronase, di mana kekuasaan tidak semata-mata didasarkan pada institusi formal, tetapi juga pada relasi kekuasaan sosial dan budaya yang tersembunyi. Ia menyatakan bahwa fenomena ini mengindikasikan bahwa demokrasi di Indonesia masih berjalan dalam kerangka praktik kekuasaan yang tidak sepenuhnya transparan atau berdasarkan aturan formal. -
Gagalnya Pemerintah dalam Menangani Kemiskinan dan Ketidaksetaraan
Ia menganggap bahwa faktor ekonomi seperti kemiskinan dan ketidaksetaraan mendorong munculnya ormas atau kelompok preman sebagai bentuk perlawanan atau alternatif pengamanan sosial, yang kemudian terikat dalam relasi kuasa yang lebih besar.
Secara keseluruhan, buku ini menyampaikan bahwa ormas dan preman berperan besar dalam praktik kekuasaan di Indonesia yang berbasis relasi informal, dan bahwa operasi penertiban atau antipremanisme seringkali menjadi bagian dari dinamika politik yang kompleks dan tidak lengkap. **