Penulis: SatwikobRumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Panembahan Cakraningrat II, memerintah antara 1680-1707, adalah seorang penguasa wilayah Madura Barat dan pesisir utara Jawa Timur.Namanya sebelum naik tahta adalah Raden Undagan atau Pangeran Sampang.
Kekuasaan Cakraningrat II mendapat dukungan kuat dari para penguasa Surabaya, yang juga adalah menantu dan cucu menantunya, yaitu Ngabehi Jangrana I dan anaknya Jangrana II.
Pada masa pemerintahannya, ia juga terlibat dalam kemelut suksesi Mataram, yang antara lain melibatkan Trunojoyo, Amangkurat II, Untung Surapati, Pakubuwana I, Amangkurat III, serta VOC.
Cakraningrat II adalah anak kedua dari Cakraningrat I, penguasa pertama Madura Barat yang diangkat sebagai vasal dari Mataram oleh Sultan Agung; sedangkan ibunya adalah putri keturunan Sunan Giri yang bernama Nyi Ageng Sawu, atau gelarnya Ratu Ibu.
Raden Undagan diangkat sebagai penguasa untuk menggantikan ayahnya oleh Susuhunan Amangkurat I. Pada masa pemberontakan Trunojoyo yang terjadi antara 1674-1679, Cakraningrat II sempat disingkirkan dari kekuasaannya; namun setelah pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan maka ia pun berkuasa kembali.
Trunojoyo sesungguhnya adalah keponakannya sendiri, yaitu anak dari Demang Melayakusuma, kakaknya yang tidak naik tahta.
Ketika usianya telah lanjut, Cakraningrat II turut berpihak kepada Pakubuwana I dalam suksesi kekuasaannya melawan Amangkurat III dan sekutunya Untung Suropati. Pasukan gabungan Kartasura, Madura, Surabaya, dan VOC berhasil menang pada tahun 1706.
Untung Suropati terbunuh, Amangkurat III diasingkan ke Srilangka hingga wafatnya, dan Cakraningrat II juga meninggal tak lama kemudian. Ia jatuh sakit dan meninggal di Kamal, Bangkalan, sehingga mendapat gelar anumerta Panembahan Siding Kamal (‘Panembahan wafat di Kamal’) oleh masyarakat.
Catatan Misionaris Belanda
Seorang misionaris sekaligus penulis buku yang bekerja pada VOC, yaitu Francois Valentijn, dalam sebuah tulisannya dalam Valentijn, F. 1726. Oud en Nieuw Oost Indies IV: Beschryving van Groot Djava , of te Java Major. Dordrecht & Amsterdam: Met Privilegie mengaku pernah berjumpa langsung dengan Panembahan Cakraningrat II Siding Kamal, Raja Madura Barat.
Valentijn secara terang-terangan mengaku sangat mengagumi tokoh Madura putra Rato Ebu Syarifah Ambami ini. Menurutnya, pemimpin sepuh asal Madura tersebut adalah tokoh yang sangat berwibawa dan kharismatik. Dikatakannya, Sang Panembahan memancarkan aura layaknya 10.000 orang laki-laki.
Tentang hal itu Valentijn menulis:
Wij gingen dezen avond nog den Panombahan van Madura op het plein, daar zijn veldtent en zijn troep van ettelijke duizend Madureezen stond, bezoeken. De Heer vander Horst, die te Javaansch als zijn Nederduitsch sprak, en gron dige kennis van al zijne zaken had, zei mij, dat ons aan de tegenwoordigheid van dezen Heer, meer dan aan tien duizend man, gelegen lag, dewijl de Javanen meer agting voor hem, dan voor den Keizer, hadden, gelijk hij op ‘s Keizersbevel noit in te leger verschenen zou hebben, dat hij nu uit enkele agting voor de E. Maatschappij, en voor de Heer Knol, dede. Ookzouden wij, buitenzijnoverkomst, geen eenen Madurees, die van de Javanen wel de beste Soldaten zijn, gekregen hebben.
(Sore ini kami pergi mengunjungi Panombahan Madura di alun-alun, tempat berdiri lapangannya dan pasukannya yang terdiri dari beberapa ribu orang Madura. Tuan Vander Horst, yang berbicara bahasa Jawa dan juga bahasa Belanda, dan memiliki pengetahuan menyeluruh tentang semua urusannya, mengatakan kepada saya bahwa kami berhutang lebih banyak kepada kehadiran pria ini daripada sepuluh ribu pria, karena orang Jawa lebih menghargai dia daripada Kaisar, karena dia tidak akan pernah muncul di ketentaraan atas perintah Kaisar, yang sekarang dia lakukan untuk menghormati E. Maatschappij dan Tuan Knol. Kami juga tidak akan menerima Madura, yang di antara orang Jawa adalah prajurit terbaik, tanpa kedatangannya.)
Saat itu, Valentijn menyaksikan langsung keagungan iring-iringan Panembahan Cakraningrat II ketika berada di Mataram; membawa serta para pasukan, abdi, dan seluruh istrinya yang berjumlah 400 itu.
Valentijn juga menjadi saksi hidup yang melihat jelas kepiawaian Panembahan Cakraningrat II dalam percaturan politik maupun militer. Ia menambahkan bahwa Panembahan sepuh ini sangat dihormati dan dikagumi di seluruh wilayah Mataram. Keratonnya di Tonjung dideskripsikan oleh Valentijn sebagai istana yang sangat indah dan megah.***