Menu

Mode Gelap

Uncategorized

Cerita Hari Ini: Pangeran Ongguk Penguasa Madura Beragama Islam

badge-check


					Makam Agung tempat dimakamkan Pangeran Ongguk Perbesar

Makam Agung tempat dimakamkan Pangeran Ongguk

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Ki Pragalba, bergelar Pangeran Plakaran atau Kyai Gede Sampang, adalah seorang penguasa Madura Barat yang memerintah sekitar 1500-1531. Kekuasaannya diperkirakan meliputi wilayah Bangkalan dan Plakaran. Ia mendapat julukan Pangeran Ongguk (bahasa Madura yang artinya mengangguk), karena menurut cerita rakyat pada saat menjelang wafatnya ia bersedia menerima agama Islam dengan menganggukkan kepalanya.

Ki Pragalba disebutkan dalam babad sebagai keturunan dari Brawijaya, yaitu melalui Lembu Peteng dan Menak Senoyo yang menetap di Madura. Salah seorang anak Ki Pragalba yaitu Raden Pratanu, atau gelarnya Pangeran Lemahduwur, adalah nenek moyang dari trah bangsawan Cakraningrat, yang kemudian memegang hegemoni Madura Barat sejak pertengahan abad ke-17 hingga masa awal kemerdekaan Indonesia. Sedangkan anak lainnya yaitu Pangeran Langgar kemudian menikah dengan putri Sultan Trenggono dari Demak.

Masa pemerintahan Ki Pragalba adalah masa transisi di mana agama Islam mulai dipeluk oleh penduduk Madura.Tomé Pires mencatat sekitar kurun 1512-1515 bahwa penduduk Madura belum memeluk Islam; namun setelah runtuhnya Majapahit di Jawa tahun 1527, menurut tradisi setempat setidaknya kaum elitnya telah mulai memeluk agama tersebut (tradisi setempat mencatatnya pada tahun 1528).

Pada waktu ia memerintah, agama Islam mulai masuk dan menyebar ke seluruh pelosok Madura. Akan tetapi pangeran dan sebagian rakyatnya tetap memeluk agama Budha. Sebagian rakyat Keraton Pamekasan dan kelima putra telah memeluk agama Islam. Lima orang putra Pangeran Nugroho adalah Pangeran Ronggosukowati, Pangeran Nurogo, isteri Pangeran Lumajang, Adipati Madegan, dan Nyi Taluki.

Meskipun sering dibujuk oleh putra-putrinya supaya memeluk agama Islam, ia selalu menolak sambil tersenyum. pangeran mengatakan bahwa kelak jika dia sudah meninggal dan jenazahnya sudah dimasukkan ke dalam liang kubur, bila terjadi gempa bumi (Bahasa Madura: lendhu), maka itulah tandanya dia sudah memeluk agama Islam.

Sejalan dengan penyebaran agama Islam di tanah Madura, toleransi beragama di Pamekasan pada Pemerintahan Pangeran Nugroho benar-benar terwujud walau sebagian rakyatnya beragama Islam dan sebagian lainnya beragam Budha. Hal ini terbukti dengan tidak adanya perselisihan paham dan silang sengketa sedikitpun di antara kedua penganut agama itu.

Pada pemerintahan Pangeran Ongguk, pelabuhan Talang sering disinggahi para pedagang antar pulau dan tidak sedikit pula kapal dagang asing yang berlabuh. Kapal dagang asing yang saat itu mulai masuk Madura berasal dari Kompeni Belanda. Pangeran berhasil mengantarkan rakyatnya mencapai taraf hidup yang lebih baik sesuai tuntutan zaman itu.

Keraton Pamekasan kian hari kian ramai. Hubungan antarpulau semakin akrab. Hal ini ditandai dengan perkawinan Nyi Taluki, putri Pangeran, dengan Raja Batuputih dari Sumenep. Pernikahan antar keraton ini menunjukkan bahwa Keraton Pamekasan ketika itu sudah terkenal dimana-mana berkat kepemimpinan Pangeran Nugroho yang arif dan bijaksana. Hubungan diplomasi melalui pernikahan dilakukan untuk menghindari pertumpahan darah dalam perluasan wilayah keraton.

Dalam keadaan usia yang beranjak tua, Pangeran Nugroho jatuh sakit. Rupanya tidak ada harapan baginya untuk hidup lebih lama lagi karena selama sakit ia sering tidak sadarkan diri. Segala jenis makanan dan minuman ditolaknya. Semua juru rawat dan ahli pengobatan telah didatangkan. Namun kondisi kesehatannya malah makin memburuk. Sesuai dengan ajaran Islam, maka putra-putrinya selalu mendampingi dan membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya.

Setelah mendengarkan dua kalimat syahadat, pangeran pelan-pelan membuka matanya dan mengangguk-angguk (bahasa Madura: ongguk). Sesaat kemudian, dengan tenang ia menghembuskan nafas yang terakhir. Semua putra dan putrinya berduka atas wafatnya ayahanda tercinta. Namun mereka bersyukur karena pada akhir hayatnya, ayah mereka bersedia mengucap dua kalimat syahadat sebagai pertanda masuk Islam.

Pangeran wafat pada tahun 1530 Masehi. Setelah jenazah Pangeran Nugroho diturunkan ke liang lahat dan badannya menyentuh tanah, terjadilah gempa bumi (bahasa Madura: lendhu) yang cukup dahsyat. Masyarakat terheran dengan fenomena alam yang tidak biasa ini, namun tidak bagi putra-putri Pangeran Nugroho. Dengan adanya peristiwa itu, maka ucapan pangeran yang sering dilontarkan kepada putra-putrinya terbukti kebenarannya, yaitu dia sudah beragama Islam ketika telah meninggal dunia. Sejak saat itu, masyarakat Pamekasan lebih mengenal dengan sebutan Pangeran Islam Ongguk. Sebagian masyarakat lainnya menamakan Pangeran Lendhu.***

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Cerita Hari Ini: Menakjinggo Pria Sakti yang Dikibuli Ratu Majapahit

8 September 2025 - 13:00 WIB

Blood Moon Akan Terlihat di Seluruh Indonesia, Malam Ini

7 September 2025 - 18:44 WIB

Hantu Indonesia dengan Hantu Jepang Serupa Tapi Tak Sama

7 September 2025 - 15:55 WIB

Teknologi Phone Farm Untuk Pengaruhi Opini dan Perangkat Minimal yang Dibutuhkan

6 September 2025 - 19:56 WIB

Kita Tidak Pernah Bisa Menghitung Luas Lingkaran dengan Tepat

6 September 2025 - 07:49 WIB

Cerita Hari Ini: Di Indonesia, Aksi Protes Sudah Ada Sejak Era Majapahit

1 September 2025 - 15:28 WIB

Cerita Hari Ini: Kisah Raden Panji Dikelabui Kuntilanak Ganas Kalakunti di Hutan Keramat

26 Agustus 2025 - 11:37 WIB

Cerita Hari Ini: Sunan Bungkul, Petinggi Majapahit Penyebar Agama Islam Berumur 300 Tahun

25 Agustus 2025 - 11:43 WIB

Cerita Hari Ini: Kisah Sawunggaling Pukul Mundur 5.000 Pasukan Kompeni dan Tiga Kapal Perang

22 Agustus 2025 - 13:53 WIB

Trending di Uncategorized