Menu

Mode Gelap

Uncategorized

Cerita Hari Ini: Raden Segoro Anak Seorang Puteri Tanpa Ayah Penghuni Pertama Madura

badge-check


					Pedang peninggalan Raden Segoro Perbesar

Pedang peninggalan Raden Segoro

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Setiap tempat atau apapun yang ada di bumi ini pasti ada sejarahnya yang kata orang madura “bedeh caretanah kabbi” kata Oreng Madura.

Dari sumber-sumber babad tanah Madura, dikisahkan bahwa pada zaman dahulu, pulau Madura hanya terlihat sebagai puncak-puncak tanah yang tinggi bagi para pengarung lautan. Puncak-puncak ini kini menjadi bukit-bukit, dan sebagian dataran yang hanya tampak saat air laut surut.

Ketika laut pasang, dataran tersebut tenggelam dan tidak terlihat di permukaan. Beberapa puncak yang terlihat tersebut kini dikenal dengan nama Gunung Geger di Kabupaten Bangkalan dan Gunung Pajudan di Sumenep.

Sejarah tanah Madura tidak dapat dipisahkan dari sejarah yang terjadi di tanah Jawa. Dalam cerita yang berkembang, diceritakan bahwa pada suatu masa di Pulau Jawa, berdiri sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan. Di dalam kerajaan ini terdapat sebuah keraton yang bernama Keraton Giling Wesi (dekat Gunung Semeru), yang dipimpin oleh Raja Sang Hyang Tunggal. Kerajaan Medang Kamulan ini terletak di muara Sungai Brantas, dengan ibu kotanya yang bernama Watan Mas.

Wotanmas Jedong adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Nama desa ini pernah disebut sebagai Wwatan Mas pada masa raja Airlangga dari Medang Kahuripan, sebagai tempat kedudukan pemerintahan.

Cerita menarik dari zaman purba Pulau Madura dimulai dengan kehamilan misterius seorang putri raja.

Putri bernama Puteri Bendoro Gung tersebut tidak tahu bagaimana ia bisa hamil, membuat ayahnya, Raja Sang Hyang Tunggal, murka.

Sang raja memerintahkan Patih Perang Gulang untuk membunuh putrinya dan membawa kepalanya ke hadapan raja.

Namun, ketika hendak menjalankan perintah tersebut, Patih Perang Gulang tertegun karena saat hendak membunuh pedangnya selalu jatuh dan memutuskan untuk tidak membunuh sang putri.

Dalam perjalanan menuju hutan, Patih Pranggulang akhirnya merasa tidak tega dan percaya bahwa kehamilan sang Putri adalah hasil dari kekuatan luar biasa.

Patih pun mengubah nama dan penampilannya menjadi Kijahi Poleng serta menyiapkan perahu kecil yang disebut ghitek, lalu menempatkan sang Putri di atasnya dan menendang perahu itu menuju lautan, yang kelak dikenal sebagai “Madu Oro,” atau Madura (tempat tak dikenal).

Perahu itu terdampar di Gunung Geger. Di tempat inilah sang Putri melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan dan gagah, diberi nama Raden Segoro, yang menjadi penduduk pertama di Madura.

Seiring berjalannya waktu, Kijahi Poleng yang sering datang mengunjungi Putri, membawa buah-buahan sebagai makanan. Saat berumur dua tahun, Raden Segoro sering bermain di tepi laut. Suatu hari, dua ekor naga besar mendekatinya.

Suatu ketika sang gadis merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya, dia pun menjejakkan kakinya tiga kali ke tanah dan kyai poleng pun datang. Ternyata sang gadis mau melahirkan. Akhirnya saat itu pula lahirlah seorang bayi laki-laki yang roman mukanya amat rupawan.

Bayi tersebut diberi nama ”Raden Sagoro ” ( sagoro=laut ). Keluarga inilah yang menurut beberapa pendapat menjadi cikal-bakal penduduk Madura. Setelah sang bayi lahir Kyai Poleng akhirnya menghilang namun pada saat-saat tertentu masih mendatangi keluarga tersebut.

Pulau Bercahaya

Diceritakan bahwa perahu-perahu para pedagang yang berlayar dari beberapa pulau di Indonesia, ketika berlayar malam hari sekitar tempat tinggal Raden Segoro, mereka sering melihat cahaya yang terang benderang seperti cahaya rembulan. Sehingga merekapun berkata apabila maksud pelayaran mereka terkabul, maka akan berhenti (berlabuh) di tempat itu ( Geger ) dan akan mengadakan selamatan dan memberi hadiah kepada yang bercahaya tersebut.

Sehingga pada akhirnya tempat tersebut sering kedatangan para tamu ( pelayar ) yang terkabul maksudnya. Dan Raden Segoro beserta ibunyalah yang menerima hadiah-hadiah tersebut, karena disitu hanya tinggal seorang ibu dengan anaknya.

Ketika Raden Segoro berumur sekitar dua tahun, dia sering bermain ke pantai, hingga suatu ketika dari arah laut datanglah dua ekor ular naga yang amat besar mendekatinya. Dengan penuh ketakutan dia berlari kepada ibunya, sambil menangis dan menceritakan kejadian tersebut. Sang ibupun memanggil Kyai Poleng.

Kejadian tersebut diceritakan kepada Kyai Poleng. Setelah mendengar cerita tersebut Kyai Poleng mengajak Raden Segoro bermain-main menuju pantai. Tak lama kemudian datanglah dari arah laut dua ekor ular raksasa. Kyai poleng menyuruh Raden Segoro menangkap dua ekor ular tersebut dan membantingnya ke tanah. Akan tetapi Raden Segoro tidak mematuhinya karena takut.

Namun setelah dipaksa Raden Segoro menangkap dua ular raksasa itu dan membantingnya ke tanah. Seketika itu pula ular tersebut berubah menjadi dua bilah tombak. Raden Segoro memberikan tombak tersebut kepada Kyai Poleng, dan oleh kyai poleng dibawa ke Ibu Raden Segoro. Tombak tersebut diberi nama Kyai(si) Nenggolo, dan kyai (si) Aluquro. Kyai Poleng memberi tahu bahwa Kyai Aluquro untuk di simpan di dalam rumah dan Kyai Nenggolo untuk dibawa ketika berperang. Kyai Poleng menceritakan asal–usul dua senjata pusaka tersebut kepada Raden Segoro dan ibunya.

Dikisahkan oleh Kyai Poleng pada Raden Segoro bahwa; Pada zaman dahulu di tanah Jawa kosong(tidak berpenduduk). Ada seorang raja bernama Raja Room yang mendengar bahwa ada sutau tanah yang mengetahui dari para pengembara bahwa ada tanah di bagian selatan yang masih kosong, namun subur. Mendengar hal tersebut Raja Room hal mengutus panglimanya untuk menyelidiki tanah ini.

Apabila tanahnya memang benar makmur, maka ia akan memerintahkan supaya beberapa keluarga Negeri Room ditempatkan di sana. Setelah diperiksa ternyata tanah Jawa ini amat makmur. Keadaan ini akhirnya beberapa keluarga dari Negeri Room ditempatkan di sana. Namun beberapa saat setelah tinggal di tanah Jawa keluarga tersebut seluruhnya sakit dan mati.

Di samping itu diceritakan pula bahwa Pulau Jawa saat itu menjadi sarang beberapa hantu yang suka makan manusia. Oleh karenanya Raja Room memerintahkan supaya empat penjuru dari tanah Jawa Supaya dipasang senjata pada tiap-tiap pojok, yaitu: Di bagian selatan ditanam Pedang Suduk, Sebelah barat bagian utara ditanam Tombak Kyai Nenggolo, Sebelah timur bagian utara ditanam pedang Suduk, Sebelah timur bagian selatan ditanam Tombak Kyai Aluquro.

Setelah itu baru keluarga dari Negeri Room dipindah ke tanah Jawa hidup dan bercocok tanam di sana. Diceritakan pula bahwa ketika Raden Segoro berumur 7 tahun, tempat kediamannya pindah dari Gunong Geger ke Desa Nepah sekarang diperkirakan berada di Desa Batioh, Kecamatan Banyuates, Sampang.

Nama Nepa berasal dari nama pohon yaitu pohon Nepa, disebut pula pohon bunyok, mirip pohon kelapa tetapi tidak sebesar pohon kelapa, daunnya dapat dijadikan atap rumah, dan daun yang masih muda dapat dijadikan pembungkus rokok. Wilayah Desa Nepa saat ini termasuk wilayah kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang, dan sekarang termasuk salah satu tempat rekreasi karena di sana banyak kera.

Pada saat Kerajaan Medangkamulan diperintah Sang Hyang Tunggal, berkali –kali diserang musuh yang berasal dari negeri Cina. Akibat peperangan ini rakyat Medangkamulan hampir habis dibunuh musuh. Dalam keadaan susah dan bingung Raja Sang Hyang Tunggal memohon kepada Yang Maha Kuasa supaya diberi pertolongan.

Akhirnya pada suatu malam rajapun bermimpi bertemu dengan seorang tua yang berkata bahwa di sebuah pulau yang bernama Madu Oro ( Lemah Duro = Madura ) terdapat anak muda bernama Raden Segoro, raja disuruh minta pertolongan kepada Raden Segoro bila ingin menang perang.

Keesokan harinya raja memerintahkan patihnya untuk membawa beberapa perahu dan prajurit untuk meminta pertolongan Raden Segoro. Sesampainya di tanah Madura pada awalnya prajurit Medang Kamulan ini ingin membawa paksa Raden Segoro ke perahu, namun disitu terjadi keanehan yaitu para prajurit itu seluruhnya lumpuh tidak punya daya dan terjadi tiupang angin yang sangat kencang yang ingin menenggelamkan perahu-perahu itu.

Akibat kejadian tersebut akhirnya patih Kerajaan Medang kamulan minta ampun kepada Raden Segoro dan ibunya. Ibu Raden Segoro selanjutnya memanggil Kyai Poleng. Kyai Poleng datang dan matur kepada ibu Raden Segoro supaya Raden Segoro bisa dibawa ke Kerajaan Medangkamulan untuk membantu peperangan melawan tentara Cina. Raden Segoro pun berangkat bersama rombongan itu dengan membawa pusaka tombak Kyai Nenggolo. Kyai poleng pun ikut serta, tetapi tidak menampakkan diri kepada orang lain, selain Raden Segoro.

Sesampainya di Kerajaan Medang Kamulan, rombongan ini terlibat peperangan dengan tentara Cina. Raden Segoro bertempur luar biasa dengan didampingi Kyai Poleng. Dengan menunjuk saja tombak Kyai Nenggolo ke arah musuh, musuhpun menjadi sakit secara mendadak, dan akhirnya berusaha meninggalkan kerajaan Medang kemulan dan sebagian besar mati. Dengan kemenangan tersebut raja membuat pesta besar-besaran dan memberi penghormatan kepada Raden Segoro. Raden Segoro juga diberi gelar ” Tumenggung Gemet ” oleh raja Medang kamulan.

Raja Medang kamulan berkeinginan untuk menjadikan Raden Segoro sebagai menantu, dan mengantarkannya diiringi sang patih dan prajurit pilihan. Disertai pula surat ucapan terima kasih kepada ibu Raden Segoro. Raja bertanya kepada Raden Segoro tentang siapa nama ayah Raden Segoro, maka Raden Segoro pun menjawab bahwa masih akan menanyakan hal tersebut kepada ibunya.

Sesampainya di Nepah ketika para prajurit yang mengantarkan telah pulang, Raden Segoro bertanya kepada ibunya, tentang siapa nama ayahnya. Sang ibu sangat kebingungan harus menjawab apa, namun sang ibu menjawab bahwa ayahnya seorang siluman. Maka seketika itu pula ibu, Raden Segoro, dan rumahnya (Keraton Nepa) lenyap (muksa).

Demikian Riwayat asal mula penduduk tanah Madura. Hikmah dari cerita ini oleh para tetua di Madura dikesankan bahwa Raden Segoro membalas hutang eyangnya yang menghinakan ibunya dan membuang ibunya dengan pembalasan yang baik, yaitu membantu memenangkan peperangan.

Selanjutnya diceritakan bahwa raden Segoro sebagai orang siluman dikemudian hari beristri Nyi Roro Kidul. Dikisahkan pula beberapa tahun kemudian senjata Kyai Nenggolo dan Kyai Aluquro oleh Raden Segoro diberikan kepada Pangeran Demang Palakaran ( Kyai Demong ) dari desa Plakaran (sekarang desa Plakaran di Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang) yang kemudiaan menjadi Bupati Arosbaya ( Bangkalan ). Hingga saat ini kedua tombak pusaka tersebut masih menjadi tombak pusaka Bangkalan. Juga menurut keparcayaan orang tua –tua Kyai poleng menjadi pembantu Pangeran Demang Palakaran dan keturunnya.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Cerita Hari Ini: Menakjinggo Pria Sakti yang Dikibuli Ratu Majapahit

8 September 2025 - 13:00 WIB

Blood Moon Akan Terlihat di Seluruh Indonesia, Malam Ini

7 September 2025 - 18:44 WIB

Hantu Indonesia dengan Hantu Jepang Serupa Tapi Tak Sama

7 September 2025 - 15:55 WIB

Teknologi Phone Farm Untuk Pengaruhi Opini dan Perangkat Minimal yang Dibutuhkan

6 September 2025 - 19:56 WIB

Kita Tidak Pernah Bisa Menghitung Luas Lingkaran dengan Tepat

6 September 2025 - 07:49 WIB

Cerita Hari Ini: Di Indonesia, Aksi Protes Sudah Ada Sejak Era Majapahit

1 September 2025 - 15:28 WIB

Cerita Hari Ini: Kisah Raden Panji Dikelabui Kuntilanak Ganas Kalakunti di Hutan Keramat

26 Agustus 2025 - 11:37 WIB

Cerita Hari Ini: Sunan Bungkul, Petinggi Majapahit Penyebar Agama Islam Berumur 300 Tahun

25 Agustus 2025 - 11:43 WIB

Cerita Hari Ini: Kisah Sawunggaling Pukul Mundur 5.000 Pasukan Kompeni dan Tiga Kapal Perang

22 Agustus 2025 - 13:53 WIB

Trending di Uncategorized