Menu

Mode Gelap

News

Cerita Hari Ini: Pertempuran Tempel Upaya Ratu Kedaton Memperoleh Hak Atas Tahta Jogja

badge-check


					Ratu Sekar Kedaton yang ditipu HB VI Perbesar

Ratu Sekar Kedaton yang ditipu HB VI

Penulis: Satwiko Rumekso | EDitor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Demi memperjuangkan takhta anaknya, Ratu Kedaton melawan pasukan Belanda. Sebuah pertempuran terjadi di perbatasan Yogya-Magelang.

Tidak nyaman tinggal istana sepeninggal Sultan Hamengkubuwono (HB) V suaminya, sang permaisuri GKR Sekar Kedaton memilih keluar. Tapi bukan kenyamanan semata yang ingin dikejarnya. Ada hal lebih penting yang ingin ia kejar dengan keluar.

Semua bermula dari ditetapkannya Raden Mas Kadijat oleh Sultan Hamengkubuwono VII sebagai calon penggantinya. Penetapan itu membuat Ratu Kedaton merasa dikhianati. Sebab menurutnya, dulu Sultan HB VI berjanji bahwa Gusti Raden Mas Timur Muhammad alias Pangeran Suryenglogo, putra Ratu Kedaton-HB V, akan naik takhta jika kelak sudah dewasa. Timur lahir 13 hari setelah Sultan HB V wafat.

Maka setelah Sultan HB VII naik takhta, hak takhta untuk Timur terancam hilang dan makin tak jelas setelah Maret 1883. Ratu Kedaton tak bisa tinggal diam. Hak atas takhta anaknya mesti dituntut. Dan itu sulit diupayakan dari dalam istana sudah tak nyaman lagi dirasakannya.

Kamis malam tanggal 5 April 1883 sekitar pukul 8, Ratu Kedaton dan Timur pun keluar istana meninggalkan kota Yogyakarta dengan kereta kuda sewaan. Dalam pelarian itu, sebut Java Bode tanggal 13 April 1883, Ratu Kedaton membawa sejumlah barang seperti bendera, keris emas, dan enam ekor kuda di samping selir-selir anaknya. Kereta mereka bergerak ke arah Magelang. Mereka bertemu dengan para haji dan ulama di tempat pengungsian.

Kepergian mereka rupanya merepotkan pejabat Belanda di wilayah kerajaan itu. Rust en orde (ketertiban) terancam dan itu menganggu tugas mereka. Residen Yogyakarta Bastiaan Van Baak pun mengerahkan militer. Letnan Kohn bersama 25 dragonder (kavaleri berkuda ringan) diperintahkan mengejar mereka.

Menurut De Sumatra Courant tanggal 19 April 1883, rombongan Khon bergerak dua jam setelah kepergian Ratu Kedaton. Di sekitar Kali Krasak, Tempel, perbatasan Magelang-Sleman, mereka mendapati Ratu Kedaton. Kohn langsung menempatkan seorang kopral dan 4 dragonder lain untuk mengintai. Mereka melihat Ratu Kedaton bersama orang-orang yang banyak bersenjata tombak.

Rombongan Kohn akhirnya bertemu mereka dan terlibat perkelahian. Seorang anak buah Kohn terluka karenanya.

Kohn terus berkoordinasi dengan bupati Sleman. Dari informasi antara keduanya itulah militer Belanda menyiagakan pasukan lain di bawah Kapten Bakkenes. Beberapa saat kemudian, pasukan berkekuatan 59 prajurit pimpinan Kapten Bakkens termasuk rombongan yang mendekati posisi Ratu Kedaton.

Jumat (6 April 1883) pagi, pertempuran pecah di sekitar Kali Krasak daerah Tempel. Saking sengitnya, De Locomotief tanggal 9 April 1883 menyebut Kohn sampai terluka dalam pertempuran tersebut.

Setelah pukul 10 pagi, sekitar 140 orang pihak Ratu Kedaton bergerak ke Muntilan. Pangeran Timur lebih dulu jatuh ke tangan otoritas kolonial. Ratu Kedaton bersama tiga pengikutnya yang tersisa pun terdesak. Pada 8 April, ia pun menyerah kepada residen Kedu (Magelang).

Militer Belanda membawanya ke Tempel lagi. Letnan Kohn lalu menjemput Ratu Kedaton untuk kemudian dibawa ke Yogyakarta. Di sana, sudah ada Timur Muhammad yang, menurut Java Bode tanggal 13 April 1883, ditangkap pada hari pertempuran di Tempel yakni Jumat, 6 April 1883. Timur dikurung di ruang tahanan Benteng Vredeberg. Ratu Kedaton dan para pengikutnya, termasuk para bangsawan berpengaruh, kemudian ditahan juga.

Ratu Kedaton dan Timur Muhammad kemudian dibuang ke Manado. Mereka tak pernah kembali ke Jawa. Timur tutup usia pada 12 Januari 1901 dan Ratu Kedaton mengikuti pada 25 Mei 1918, juga di Manado.

Setelah pemberontakan yang gagal berkat kerja keras tentara kolonial yang dipimpin perwira macam Kohn dan Bakkenes itu, kekuasaan Sultan Hamengkubuwono VII kembali aman. Dari Sultan Hamengkubowono VII, takhta kemudian turun ke anaknya (yang kemudian Hamengkubowono VIII), lalu ke cucunya (Hamengkubowono IX), dan kini cicitnya (Hamengkubowono X). Jadi sudah lebih dari seabad keturunan Hamengkubowono VI berkuasa di Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.

Riwayat di Manado

Sejarawan dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sam Ratulangi Manado, Roger Kembuan, mengungkapkan pada Senin, 3 Juli 2017, bahwa keduanya pernah tinggal, bahkan wafat dan dimakamkan di Manado. “Kompleks pemakaman itu terletak di Kelurahan Mahakeret Barat, Kecamatan Wenang, Manado,” katanya.

Roger dalam tesisnya menulis tentang para eksil yang dibuang ke kampung Jawa Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. “Semua diawali dari kemelut yang terjadi di Kesultanan Yogyakarta, terutama setelah Sultan HB V wafat pada tanggal 5 Juni 1855,” kata Roger. Saat wafat itu, Sultan HB V meninggalkan permaisurinya Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dalam keadaan hamil tua. Dua minggu kemudian, ia melahirkan seorang putra pada 17 Juni 1855 dan diberi nama RM Gusti Timur Muhammad alias Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga.

Kematian Sultan HB V yang mengejutkan membuat istana bergejolak. Para pangeran yang sudah lebih senior mulai melakukan intrik, sehingga menimbulkan isu bahwa seorang putra raja yang lahir setelah raja meninggal menurut adat Jawa tidak berhak atas takhta. Pemerintah Belanda kemudian mengangkat adik Hamengkubuwono V menjadi Sultan Hamengkubuwono VI (1855-1877). Kejanggalan dalam cara pengangkatan dan penggantian sultan ini menyebabkan timbulnya berbagai reaksi penentangan.

“Ambisi Ratu Sekar Kedaton dan kemudian kerabatnya, membuat RM Gusti Timur Muhammad menjadi harapan banyak orang yang berkepentingan dalam keraton Yogyakarta,” kata Roger. Berbagai upaya dilakukan Kanjeng Ratu Sekar Kedaton untuk tetap mempertahankan posisi putranya Gusti Timur Muhammad sebagai penerus takhta raja. Ia bahkan menikahkan Gusti Timur Muhammad dengan salah satu putri Sultan HB VII dengan harapan memperkuat sekutu dalam istana. Namun, upaya permaisuri membawa Gusti Timur Muhammad ke kursi raja tetap gagal.

Pada 5 Maret 1883, putra Sultan Hamengkubuwono VII dari istri kedua yang baru berusia 10 tahun, RM Akhadiyat, diangkat sebagai putra mahkota yang kelak menggantikannya sebagai Sultan HB VIII. Ratu Kedaton yang tak tahan ambisinya terus ditekan memilih jalan kekerasan. “Namun akhirnya, dia tertangkap saat melakukan perlawanan pada 8 April 1883,” ujar Roger. Van Baak, perwakilan pemerintah Hindia Belanda, mengirim telegram kepada Gubernur Jenderal Frederiks Jacob yang berisi permintaan untuk mengasingkan Ratu Kedaton dan Pangeran Timur Muhammad. Tiga hari kemudian, Sultan mengeluarkan perintah untuk mengasingkan keduanya dari Jawa.

Beberapa koran seperti De Locomotief dan Soerabaja Handelsblad memberitakan proses pembuangan Ratu dan Pangeran Soerio Ingalaga. Keduanya lalu dikirim dengan kereta api khusus ke Semarang dan kemudian ditempatkan di Kapal Uap Cheribon. Rombongan permaisuri yang terbuang itu selanjutnya berlayar sekitar lima jam ke Surabaya dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Manado. “Di Manado, Ratu Sekar Kedaton dan putranya beserta keluarga yang mengiringi, bermukim di daerah Pondol. Di tempat itu mereka tinggal di Pesanggrahan yang pernah dihuni Pangeran Diponegoro,” tutur Roger.

Selama di Residen Manado, Ratu Sekar Kedaton dan Timur Muhammad bersama keluarga diberikan uang bulanan sebesar 150 gulden dari kas keraton Yogyakarta. “Timur Muhammad atau Pangeran Soerio Ingalaga meninggal lebih dulu pada 12 Januari 1901,” ujar Roger.

Setelah kematian pangeran, Residen Menado van Hengel meminta Ratu Kedaton untuk dikembalikan ke Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa ratu telah lanjut usia, dan setelah kematian anaknya tersebut dianggap bukan menjadi ancaman lagi bagi keraton. “Namun hal itu sepertinya tidak direstui, dan permaisuri tetap tinggal di Manado hingga meninggal pada 25 Mei 1918,” ujar Roger. Setelah permaisuri dan putranya meninggal, yang tersisa di pengasingan adalah istri putranya yakni RA Kanjeng Gusti, putri kedua Sri Sultan HB VII, dan anak-anaknya yakni Abdul Razak (Radjab), putri RA Mariah, dan RA Salamah.

Abdul Razak menikah dengan Unggu Bin Sihaka, dan memiliki empat anak, yaitu RM Sujadi, RM Obed, RA Tien dan seorang yang tidak diketahui namanya. “Abdul Razak juga menikah untuk kedua kali dengan gadis Manado, Ema Sondakh. Tapi tidak memperoleh keturunan,” tutur Roger. Sepeninggal Ratu Sekar Kedaton dan Timur Muhammad, Abdul Razak beberapa kali mengirim petisi yang meminta agar mereka dikembalikan ke Jawa. Namun, permintaan itu tak digubris Gubernur Jendral Hindia Belanda saat itu, de Graeff.

Pada 3 Januari 1934, Abdul Razak pergi ke Batavia untuk bertemu dengan Gubernur Jendral De Jonge dan kembali meminta izin agar dapat kembali ke Jawa. Permintaan itu akhirnya dipenuhi tetapi dengan syarat. “Abdul Razak dan seluruh keluarganya diizinkan untuk kembali di Jawa, tetapi di luar wilayah Kesultanan Yogyakarta,” ujar Roger.

Pada 1940, RM Abdul Razak bersama keluarganya kembali ke Jawa, dengan keseluruhan biaya kepindahan mereka ditanggung pemerintah Belanda. Namun, tak ada catatan lengkap apakah seluruh anak Timur Muhammad, yakni Abdul Razak dan dua saudaranya serta keturunan mereka kembali ke Jawa pada 1940 itu. “Yang kami tahu keluarga Jawa, dan kini sudah campuran yang ada di Pondol Keraton ini merupakan keturunan dari Putra Mahkota Sultan HB V. Mereka tidak ikut pulang ke Jawa saat itu,” ujar Mohammad Albuchari, juru kunci makam Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan Timur Muhammad.

Albuchari, warga kampung Pondol, Kelurahan Wenang Utara, Manado ini mengatakan, ayahnya dulu menjadi salah satu petugas yang memungut iuran atau upeti dari warga yang tinggal di Pondol Keraton. “Sampai sekarang warga asli Pondol ini banyak didominasi keturunan Jawa dan Sumatera,” kata Albuchari.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Pemkab Jombang akan Bangun 10 Unit IPAL Tahu di Jogoroto Lima Tahun ke Depan

14 September 2025 - 13:25 WIB

Petugas Reskrim Gresik Ringkus Predator Anak-anak di Bawah Umur

14 September 2025 - 10:29 WIB

Penghuni Icon Apartemen Gresik Terkejut: Pengembang Gadaikan Sertipikat Induk

14 September 2025 - 10:15 WIB

Kita Bisa Gagalkan Rencana Darurat Militer! Mahfud: Tidak Memenuhi Unsur Pidana

13 September 2025 - 21:30 WIB

Rektor UISI Eka Ananta Mewisuda 238 Sarjana Baru, Separohnya Sudah Bekerja!

13 September 2025 - 20:37 WIB

Denpom Menahan Oknum TNI, Diduga Terlibat Pembunuhan KCP BRI di Jakarta

13 September 2025 - 15:08 WIB

DPMPTSP Jombang Jalani Audit Surveylance ISO 9001:2015, Standarisasi Mutu Pelayanan

13 September 2025 - 14:55 WIB

500 Siswa SD Muhammadiyah IV Surabaya Berkunjung ke Perusahaan PT Terminal Petikemas

13 September 2025 - 14:32 WIB

Hari Pelanggan Nasional, PT Terminal Petikemas Surabaya Luncurkan Layanan TBA dan ADDS untuk Kastamer

13 September 2025 - 07:53 WIB

Trending di Nasional