Penulis: Mulawarman | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM. JAKARTA-Aplikasi World App menjadi perbincangan hangat karena dikabarkan menawarkan imbalan fantastis hingga Rp 800.000 kepada penggunanya yang bersedia melakukan pemindaian retina mata mereka.
Banyak pengguna yang mengaku tertarik karena janji keuntungan instan tersebut, bahkan ada yang rela antre demi mendapatkan imbalan.
Namun, di balik ketertarikan ini, muncul pula kekhawatiran dari berbagai kalangan, terutama terkait isu privasi dan keamanan data biometrik yang dikumpulkan oleh aplikasi ini.
Fenomena ini pun memicu diskusi luas, mulai dari ranah teknologi, hukum, hingga etika penggunaan data pribadi. lantas, apakah World App aman digunakan?
World App adalah sebuah aplikasi dompet digital yang dikembangkan oleh perusahaan bernama Tools for Humanity. Aplikasi ini merupakan bagian dari ekosistem Worldcoin, sebuah proyek global yang menggabungkan teknologi blockchain dan sistem identitas digital berbasis biometrik.
Melalui aplikasi ini, pengguna dapat membuat World ID, yaitu identitas digital yang didapat setelah melakukan proses verifikasi biometrik berupa pemindaian iris mata.
Proses ini dilakukan di lokasi resmi yang tercantum dalam aplikasi. Setelah berhasil diverifikasi, pengguna akan menerima imbalan berupa Worldcoin yang otomatis dikirim ke dompet digital mereka di aplikasi World App.
Jumlah imbalan yang diberikan bervariasi, tergantung wilayah dan kebijakan yang berlaku, dengan kisaran antara Rp 300.000 hingga Rp 800.000.
Apakah World App Aman Digunakan?
Pertanyaan besar yang muncul di tengah viralnya aplikasi ini, yakni ‘apakah World App aman?’ Banyak pengguna mulai mempertanyakan keamanan dan privasi data yang dikumpulkan oleh aplikasi ini, terutama karena melibatkan data biometrik yang sangat sensitif.
Diskusi hangat pun merebak di berbagai platform seperti X (dahulu Twitter) dan forum-forum daring lainnya. Sebagian masyarakat menilai bahwa pemindaian retina oleh aplikasi ini berpotensi menimbulkan risiko serius terhadap privasi dan keamanan data.
Pasalnya, data retina merupakan salah satu jenis data biometrik yang unik dan tak bisa digantikan. Jika jatuh ke tangan yang salah, data ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal yang merugikan pemiliknya.
Muncul kekhawatiran bahwa perusahaan Tools for Humanity akan menyimpan data biometrik warga Indonesia dalam jumlah besar, dan sejauh mana perlindungan data tersebut belum sepenuhnya diketahui publik.
Terlebih lagi, beberapa pihak menyoroti bahwa pemerintah dinilai belum bergerak cepat dalam merespons potensi risiko ini.
Namun, pihak pengembang menyatakan bahwa data yang dikumpulkan telah dienkripsi dan disimpan dalam beberapa server berbeda untuk mencegah penyalahgunaan.
Klaim ini tentu masih perlu pembuktian dan pengawasan lebih lanjut dari lembaga yang berwenang.
Pemerintah Lakukan Pemblokiran dan Penyelidikan
Menanggapi kekhawatiran publik, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan pemblokiran terhadap layanan World ID.
Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan dan investigasi lebih lanjut terhadap potensi ancaman dari aktivitas pengumpulan data retina oleh pihak asing.
Pihak Tools for Humanity mengaku berharap dapat membuka komunikasi dengan pemerintah Indonesia demi kelanjutan operasional mereka.
Mereka juga menegaskan bahwa tujuan proyek ini adalah untuk memperluas akses terhadap identitas digital secara global, bukan untuk membahayakan penggunanya.
Keberadaan World App memang menawarkan daya tarik melalui imbalan besar yang diberikan setelah verifikasi biometrik.
Pelanggaran Privasi di Bawah Sorotan Global Sejak diluncurkan pada Juli 2023, Worldcoin telah menghadapi kecaman dari berbagai regulator privasi di seluruh dunia. Dari hasil Investigasi menemukan bahwa World App, sebagai inti operasional Worldcoin, menjadi pusat pengumpulan data biometrik yang sangat sensitif, yakni pemindaian iris mata.
Meskipun Tools for Humanity mengklaim bahwa data biometrik dihapus setelah diproses atau dilindungi oleh teknologi Zero Knowledge Proof (ZKP), tetapi sejumlah laporan menunjukkan ketidak patuhan aplikasi terhadap regulasi privasi global.
Skandal di Korea Selatan : Pada September 2024, Worldcoin dan Tools for Humanity didenda sebesar 1,1 miliar won (sekitar USD 828.000) oleh otoritas privasi Korea Selatan karena mengumpulkan data biometrik tanpa dasar hukum yang jelas dan mentransfernya lintas batas tanpa izin.
Larangan di Spanyol dan Portugal : Pada Maret 2024, Badan Perlindungan Data Spanyol (AEPD) melarang Worldcoin selama tiga bulan setelah menerima keluhan tentang informasi yang tidak memadai, pengumpulan data dari anak di bawah umur, dan ketidakmampuan pengguna untuk mencabut persetujuan. Pengadilan Tinggi Spanyol menegaskan larangan ini, menolak banding Worldcoin.
Di Portugal, lebih dari 300.000 orang telah memberikan data biometrik mereka, memicu kekhawatiran serupa.
Penghentian di Brasil dan Kenya : Pada Januari 2025, Brasil melarang operasi Worldcoin, menyebutnya sebagai pelanggaran privasi massal karena menawarkan imbalan kripto sebagai insentif.
Kenya juga menghentikan aktivitas Worldcoin sejak Agustus 2023 setelah menemukan bahwa persetujuan pengguna diduga diperoleh melalui bujukan finansial.
Karenanya, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memahami risiko yang mungkin muncul dari berbagi data biometrik secara digital.
Jadi, sebelum tergiur dengan imbalan hingga Rp 800.000 dari World App, pastikan Anda benar-benar memahami konsekuensinya. Tetap bijak dan kritis dalam menghadapi aplikasi-aplikasi yang meminta akses ke data pribadi Anda.***