Penulis: Arief Hendro Soesatyo | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JOMBANG- Perkumpulan seni ludruk Budhi Wijaya, telah menggelar jadwal tampil selama sebulan, akan menghibur warga Gresik, Lamongan dan Sidoarjo, dan Surabaya, pada bulan September 2025 ini.
Acara ini merupakan pertunjukkan rutin keliling ludruk pimpinan Didik Purwanto, owner sekaligus CEO Grup Ludruk Budhi Wijaya yang berasal dari Ngusikan, Jombang, Jawa Timur.
Saat ini wilayah Kabupaten Jombang saat ini diperkirakan sekitar 25 grup. Data ini mengindikasikan bahwa ludruk masih menjadi kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di Jombang meskipun menghadapi tantangan zaman.
Beberapa grup ludruk tersebut rutin menggelar pertunjukan dalam berbagai acara budaya dan festival di tingkat lokal maupun provinsi Jawa Timur.
Ludruk Budhi Wijaya didirikan pada tahun 1984 oleh Sahid Pribadi, ayah Didik Purwanto. Didik merupakan generasi kedua yang memimpin grup ludruk ini. Ludruk Budhi Wijaya berlokasi di Dusun Simowau, Desa Ketapang Kuning, Kecamatan Ngusikan, Jombang. Grup ini terdiri dari sekitar 30 seniman yang tidak hanya berdomisili di Jombang, tapi ada juga di Mojokerto dan Nganjuk.
Didik Purwanto lahir pada 11 Desember 1979. Dia sekarang ini memegang peranan penting dalam mengembangkan dan melestarikan kesenian ludruk di daerahnya.
Di bawah kepemimpinannya, Ludruk Budhi Wijaya dikenal luas dan rutin mengadakan pertunjukan di berbagai wilayah di Jawa Timur seperti Mojokerto, Pasuruan, Gresik, dan lain-lain. Mereka juga mulai memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan pertunjukan mereka.

Didik Purwanto merupakan generasi kedua yang tetap bertahan melanggengkan seni ludruk Budhi Wijaya. Foto: Do/pribadi
Untuk mengundang grup ludruk ini, biasanya bisa menghubungi Didik Purwanto secara langsung. Biaya pentas di wilayah Jombang dan Mojokerto dengan membawa perlengkapan lengkap sekitar Rp 20 juta.
“Semua tergantung permintaan penanggap. Bisa pakai ridging (panggung besi) atau panggung terbuka. Demikian juga kami juga punya perlengkapan panel elektronik sebagai latar belakang,” Tutur Didik, menjawab pertanyaan kredoneww.com.
Ia mengatakan bahwa kesenian ludruk Budhi Wijaya, sekarang sudah menjadi group, sedangkan untuk daerah lain bisa lebih tinggi. Pementasan biasanya dimulai sekitar pukul 21.00 WIB sampai dini hari, namun bisa disesuaikan dengan permintaan.
Didik juga menjelaskan bahwa dalam setiap pentas, mereka memulai dengan menyalakan dupa sebagai simbol meminta keselamatan dan kelancaran acara pertunjukan. Bahkan pertunjukan seni lduruk yang ia pimpin sudah merambah ke dunia digital dan elektrik, punya Stuido TV, kanal Youtube.com, medsos, serta perangkat musik pelok dan slnedro, seperangkat alat musik band.
“Jadi kami sudah melakukan metamoropase, mengikuti selera zaman. Kami tampil beda. Kami punya jurus memghibur masyarakat sesuai selara masa kini,” kata Didik, oleh karenanya Budhi Wijaya masih tetap eksis hingga kini berusia 45 tahun.
Bentara Budaya
Karena unik dan tetap esksi, Ludruk Budhi Wijaya diundang untuk tampil di Bentara Budaya Jakarta pada pameran seni rupa tunggal berjudul “Moelyono dan Seni Rupa Ludrukan Desa” yang berlangsung dari 10 – 19 Juli 2025.
Pada acara pembukaan, Ludruk Budhi Wijaya membawakan lakon berjudul “Geger Pabrik Gula Gempol Kerep“. Pertunjukan ini mendapat sambutan hangat dan tawa penonton yang sangat antusias.

Pemain Ludruk Budhi Wiajaya bersama seniman Sujiwo Tejo di Bentara Budaya, kompas, Jakatrta. Foto: Dok/ Budhi Wijaya
Pertunjukan ludruk ini menjadi bagian dari pameran yang menyajikan perpaduan antara seni rupa kontemporer dan kesenian tradisional ludruk, dengan fokus pada akar budaya rakyat dan semangat perjuangan buruh tani di perkebunan tebu. Pemimpin Ludruk Budhi Wijaya, Didik Purwanto, juga menjadi narasumber dalam diskusi seni budaya di acara tersebut.
Pameran ini menampilkan karya-karya seniman Moelyono yang selama bertahun-tahun berinteraksi dan berkolaborasi dengan Ludruk Budhi Wijaya, menjadikan ludruk bukan hanya sebagai seni pertunjukan tapi juga sebagai medium kritik sosial dan perlawanan budaya rakyat kecil. Kehadiran Ludruk Budhi Wijaya di Bentara Budaya menguatkan makna dan spirit yang dibawa oleh pameran tersebut.
“Saya sedang merancang peruntjukan bukan saja di Jombang sekitar, juga Jawa Timur. Akhir tahun di Banyuwangi, tahun depan sudah mendapat udangan dari Australia,” kata Didik.
Sejarah
Sejarah Ludruk Budhi Wijaya dimulai pada tahun 1985 ketika didirikan oleh Sahid Pribadi di Dusun Simowau, Desa Ketapang Kuning, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Sahid Pribadi sebelumnya aktif dalam Ludruk Warna Jaya, namun karena terjadi konflik internal terkait pembayaran kepada pemain, akhirnya Sahid mendirikan grup ludruk sendiri yang diberi nama Budhi Jaya. Nama ini kemudian berganti menjadi Budhi Wijaya agar lebih eksis dan berjaya.
Pada awal berdirinya, Ludruk Budhi Wijaya memulai aktivitasnya dari nol dengan mengenalkan diri dari kecamatan ke kecamatan melalui pentas di hajatan masyarakat. Grup ini mulai terkenal pada tahun 1990-an dan rutin tampil tidak hanya di Jombang, tapi di berbagai daerah di Jawa Timur seperti Mojokerto, Pasuruan, Gresik, Probolinggo, dan Lamongan. Pada puncaknya di tahun 2005, grup ini mendapat ratusan job pertunjukan dalam setahun.
Didik Purwanto, anak dari Sahid Pribadi, saat ini memimpin grup Ludruk Budhi Wijaya sebagai generasi kedua. Di bawah kepemimpinannya, grup ini juga melakukan inovasi seperti memasukkan alat musik modern (gitar, keyboard, drum) ke dalam pertunjukan tanpa merusak pakem tradisional ludruk, serta menambahkan atraksi seperti tari ular dan campur sari untuk menarik penonton.
Ludruk Budhi Wijaya termasuk salah satu ludruk yang paling ramai pementasannya di wilayah Jombang dan dikenal kreatif dalam penyajiannya, sehingga tetap diminati masyarakat hingga sekarang. **