Menu

Mode Gelap

Headline

Lele dan Buah Suntik Terduga Penyebab Gagal Ginjal, BPJS Kena Klaim Rp 11 Triliun

badge-check


					Ikan lele yang disuntik antibiotik, sebagai terduga penyebab gagal ginjal bagi yang mengonsumsi. Demikian pula buah-buah yang disuntik pewarna Rhodamin juga bisa menjadi penyebab gagal ginjal. Tangkap layar Yotube@keluarga_bahagia/ evoterseven Perbesar

Ikan lele yang disuntik antibiotik, sebagai terduga penyebab gagal ginjal bagi yang mengonsumsi. Demikian pula buah-buah yang disuntik pewarna Rhodamin juga bisa menjadi penyebab gagal ginjal. Tangkap layar Yotube@keluarga_bahagia/ evoterseven

Penulis: Yusran Hakim   :   Editor: Priyo Suwano

KREDONEWS.COM, JAKARTA- Biaya klaim untuk pengobatan penyakit gagal ginjal kronik yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan mencapai Rp 11 triliun pada tahun 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan Rp 6,5 triliun pada tahun 2019.

Peningkatan biaya klaim ini mulai terlihat sejak tahun 2023, di mana terjadi tambahan biaya sebesar Rp 3 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa tren ini berhubungan langsung dengan meningkatnya jumlah kasus gagal ginjal kronik, termasuk di kalangan generasi muda.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap lonjakan biaya ini meliputi: Aksesibilitas terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, dengan lebih banyak rumah sakit yang menyediakan pelayanan hemodialisis. Juga karena sejak tahun 2023, tarif perawatan di rumah sakit dan harga obat-obatan juga mengalami kenaikan.

Ghufron mengingatkan masyarakat AGAR lebih memperhatikan pola makan dan minum mereka, serta mengontrol riwayat penyakit yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal, seperti diabetes dan hipertensi.

Pernyataan mengenai klaim BPJS Kesehatan untuk penyakit gagal ginjal kronik yang mencapai Rp 11 triliun pada tahun 2024 dirilis pada tanggal 15 Maret 2025. Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, dalam wawancara dengan wartawan di Jakarta.

Ghufron menyoroti temuan Kementerian Pertanian mengenai penggunaan antibiotik pada ikan lele dan pewarna buatan pada buah-buahan, yang dapat berpotensi merusak ginjal. Penggunaan pewarna buatan dalam makanan dan buah-buahan telah dikaitkan dengan berbagai dampak kesehatan, termasuk risiko kerusakan ginjal.

Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pewarna makanan buatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ginjal, termasuk peningkatan risiko gagal ginjal.

Pewarna seperti rhodamin B dan metanil kuning sering digunakan untuk memberikan warna pada makanan dan buah, tetapi keduanya diketahui memiliki efek karsinogenik dan dapat merusak organ tubuh, termasuk ginjal.

Penggunaan bahan kimia berbahaya untuk mempercantik tampilan buah-buahan menjadi perhatian serius. Pewarna ini tidak hanya merusak kesehatan manusia tetapi juga dapat menyebabkan reaksi alergi dan gangguan pencernaan.

Ghufron menekankan pentingnya kesadaran konsumen untuk memilih makanan yang aman dan bebas dari zat berbahaya demi kesehatan jangka panjang.

Lele Suntik

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan penjelasan terkait isu mengenai ikan lele yang diduga disuntik antibiotik. Mereka menegaskan bahwa penggunaan antibiotik dalam budidaya ikan lele diatur secara ketat melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2024.

Antibiotik dalam budidaya ikan lele tidak diberikan melalui injeksi, melainkan melalui perendaman atau dicampur dalam pakan ikan. Metode injeksi hanya diperbolehkan untuk vaksinasi, bukan untuk pemberian antibiotik.

Regulasi menetapkan enam zat aktif antimikroba yang diizinkan, yaitu: klortetrasiklina, oksitetrasiklina, tetrasiklina, eritromisina, enrofloksasina, dan sulfadiazin. Penggunaan zat aktif lainnya dilarang.

KKP secara rutin melakukan pemantauan terhadap residu antibiotik pada komoditas ikan air tawar, termasuk lele. Hasil uji residu menunjukkan bahwa tidak ada residu oksitetrasiklin dan kloramfenikol pada sampel ikan lele yang diuji pada tahun 2023 dan 2024.

KKP mengakui ada kekhawatiran terkait potensi resistensi antibiotik pada manusia akibat konsumsi ikan yang mengandung residu antibiotik. Oleh karena itu, mereka menekankan pentingnya mengikuti dosis yang tepat dan masa henti sebelum panen untuk memastikan keamanan produk perikanan.

Dengan penjelasan ini, KKP berusaha meyakinkan masyarakat bahwa praktik budidaya ikan lele dilakukan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan keamanan pangan.

Penjelasan mengenai aturan penggunaan antibiotik pada ikan lele disampaikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam keterangan resmi yang diterima, KKP menegaskan bahwa antibiotik dalam budidaya ikan lele hanya diperbolehkan diberikan melalui perendaman atau dicampur dalam pakan ikan. Metode injeksi hanya diperbolehkan untuk vaksinasi, bukan untuk pemberian antibiotik.

KKP juga menjelaskan bahwa penggunaan antibiotik harus mematuhi regulasi yang ketat, termasuk daftar zat aktif yang diizinkan, yang mencakup klortetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklina, enrofloksasina, eritromisina, dan sulfadiazin.

Selain itu, mereka melakukan pemantauan rutin terhadap residu antibiotik pada komoditas ikan air tawar untuk memastikan keamanan produk perikanan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2024 tentang Obat Ikan ditetapkan pada 18 Oktober 2024 dan diundangkan pada 28 Oktober 2024.

Buah Suntik

Disebutkan bahwa Menteri Pertanian telah mengeluarkan larangan terkait penggunaan pewarna buatan pada buah-buahan, terutama yang dilakukan melalui penyuntikan. Penggunaan zat pewarna berbahaya, seperti Rhodamin B dan Metanil Yellow, dilarang karena dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan dan peraturan terkait lainnya, zat pewarna seperti Rhodamin B dan Metanil Yellow dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan karena sifat karsinogeniknya dan potensi untuk merusak organ tubuh, terutama hati dan ginjal.

Beberapa pedagang nakal menggunakan metode penyuntikan untuk meningkatkan daya tarik visual buah, seperti semangka, dengan tujuan membuatnya terlihat lebih menarik dan manis. Ini dilakukan dengan menyuntikkan pewarna tekstil yang sangat berbahaya.

Konsumsi buah yang disuntik dengan pewarna berbahaya dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk alergi, gangguan pencernaan, dan risiko kanker. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar berhati-hati dalam memilih buah-buahan yang akan dikonsumsi.

Kementerian Pertanian menegaskan bahwa setiap produsen pangan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang terlarang atau melampaui batas maksimal yang ditetapkan. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dengan adanya larangan ini, diharapkan masyarakat lebih waspada terhadap produk pangan yang mereka konsumsi dan produsen diharapkan mematuhi regulasi untuk menjaga kesehatan publik. **

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Orang Kaya yang Satu Ini Menghindari Brand Mewah tapi Norak, Kok Bisa?

19 April 2025 - 09:56 WIB

Ijazah Sudah Kembali Tanpa Tebus Rp 30 Juta, Cici Tantarti: Terima Kasih Pak Eri!

18 April 2025 - 21:36 WIB

Rahasia Sarapan Victoria Beckham yang Dapat Menurunkan Kolesterol

18 April 2025 - 21:17 WIB

11 Jalur KA Jabar akan Diaktifkan Kembali, Anggaran Rp 20 Triliun

18 April 2025 - 20:42 WIB

Pelajaran Hidup Jet Li, Terus dan terus, Tapi Ujungnya Dimana?

18 April 2025 - 20:23 WIB

Strategi Pemasaran Hermes, Pelanggan Diminta Menunggu 6 Tahun, Kok Bisa?

18 April 2025 - 17:44 WIB

Muncul Sosok Pria, Klaim Sebagai Ayah Kandung Anak Lisa Mariana, Kok Bisa?

18 April 2025 - 11:36 WIB

Saya Bayar Berapa Dimana Ijazah Itu? Wamenaker Gebrak Meja Hadapi Diana yang Mengaku Difitnah

17 April 2025 - 21:32 WIB

Penyegaran Organisasi, Kapolres Jombang Geser Dua Kapolsek

17 April 2025 - 21:09 WIB

Trending di News