Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM,BANDUNG– Wacana pengiriman siswa bermasalah ke barak militer yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuai kritik dari Komnas HAM. Lembaga tersebut menilai pendekatan itu tidak tepat.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana menyatakan pihaknya akan mengevaluasi semua masukan. “Kami sangat menghargai perbedaan pendapat, karena tentunya perbedaan akan semakin memperkaya wawasan kita,” ujarnya, Senin (5/5/2025).
Ia menambahkan, TNI AD akan menyampaikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai bahan pertimbangan evaluasi. “Tentu evaluasi, saran, masukan dari berbagai pihak akan kami laksanakan dan perhatikan, kami juga akan berikan masukan ke Pemprov Jabar sebagai bahan mereka untuk mengevaluasi program ini,” jelasnya.
Brigjen Wahyu menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukan bentuk hukuman, melainkan pembinaan karakter. Ia juga berharap masukan dari publik disampaikan langsung ke Pemprov Jabar.
“Selanjutnya kami jajaran TNI AD ini diminta untuk membantu program Pemprov Jabar dalam membina dan menyiapkan generasi muda yang handal menyambut Indonesia Emas, dan ini juga sebagai salah satu tugas dan fungsi kami dalam bidang pembinaan teritorial,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa program tersebut tidak melanggar hak anak dan dilaksanakan atas persetujuan orangtua. Sekolah tetap berjalan dan ujian tetap dapat diikuti selama program berlangsung.
“Perlu digarisbawahi, bahwa kegiatan pendidikan karakter ini bukanlah bentuk sebuah sanksi atau hukuman tapi lebih kepada metode pembinaan,” kata Wahyu.
Menurutnya, kegiatan tersebut juga melibatkan sejumlah pihak, termasuk Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, P3A, Polri, dan lembaga lain yang relevan. “TNI AD tidak bekerja sendiri, kami tetap melibatkan personel dari instansi dan stakeholder terkait,” ucapnya.
Wahyu juga menampik bahwa pendekatan yang dilakukan bernuansa militer. Ia menegaskan kegiatan lebih fokus pada penguatan karakter dan kepribadian. “Dalam kegiatan tersebut juga jauh dari hal-hal yang berbau militeristik, lebih kepada penanaman karakter dan kepribadian yang juga banyak dilaksanakan kepada anak-anak di institusi lain,” tuturnya.
Di sisi lain, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mempertanyakan kewenangan TNI dalam program tersebut. Ia menilai pendekatan tersebut berpotensi keluar dari koridor hukum.
“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi-edukasi civic education. Mungkin perlu ditinjau kembali, rencana itu maksudnya apa,” ujar Atnike di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
“Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur,” lanjutnya.
Namun, Atnike menyebut kegiatan di barak masih bisa dilakukan dalam konteks pengenalan profesi, bukan pendidikan militer. “Kalau dalam arti, misalnya nih, pendidikan karier, ya, itu biasa. Anak sekolah diajak ke rumah sakit, diajak ke perkebunan, diajak ke restoran, atau apa,” jelasnya.
“Tapi kalau sebagai pendidikan militer, itu mungkin tidak tepat. Cuma, sebagai pendidikan karier untuk anak-anak siswa mengetahui apa tugas TNI, apa tugas Polisi, apa tugas Komnas HAM—itu boleh saja,” tutup Atnike.***