Penulis: Pandan Wangi | Editor: Gandung Kardiyono
KREDONEWS.COM, YOGYAKARTA – Kawasan Jalan Malioboro di Yogyakarta menjadi salah satu tujuan para wisatawan Nusantara dan Mancanegara.
Nuansa ramah lingkungan pedestarian sangat terasa di sepanjang jalan ini hingga sampai titik nol Yogyakarta.

Tugu Pal Putih jalan Margo Utomo (dahulu jl.P Mangkubumi) Yogyakarta, menuju jalan Malioboro. (foto: Kawedanan Tandha Yekti, Kraton Jogja)
Terlebih lagi sepanjang jalan Malioboro saat ini telah diberlakukan peraturan sebagai kawasan bebas asap rokok.
Jalan pagi akan disambut kesejukan udara bersih bebas polusi serta selalu didampingi oleh sambungan WiFi Jogja Istimewa secara gratis.
Namun belum banyak yang mengetahui asal-usul nama jalan Malioboro ini.
Kalau kita kunjungi akun resmi Kraton Jogja, akan menambah wawasan tentang tempat yang memiliki catatan sejarah di Yogyakarta.
Pasca terjadinya Palihan Nagari pada 1755, Malioboro telah memainkan peranan yang cukup penting dalam tata kota Keraton Yogyakarta.
Yakni sebagai Rajamarga atau poros jalan utama kerajaan.
Jenama (brand/merek-red) Malioboro diperkirakan telah ada sejak berdirinya Keraton Yogyakarta sebagai area seremonial sarat makna.
Sebagai Rajamarga, Malioboro menjalankan fungsi seremonial yang berkiblat pada tradisi India dan juga menjadi saksi bisu prosesi kehadiran para Gubernur Jenderal, Pejabat Eropa, dan tamu kerajaan lainnya.
Asal muasal kata Malioboro dapat dirunut dari bahasa Sansekerta, yaitu ‘Malyhabara’ yang artinya ‘Dihiasi dengan untaian bunga indah’.
Sehingga besar kemungkinan bahwa Rajamarga ini sejak awal telah menggunakan penjenamaan ‘Malioboro’
Namun kemudian kata Maliabara baru dapat ditemukan dalam Naskah dari Keraton Yogyakarta pada pertengahan abad ke-18.
Apabila kita telusuri makna kata ‘Malioboro’ dalam konteks sumbu filosofi,
Malioboro dapat dimaknai dari kata ‘Malia’ yang berarti ‘Jadilah seorang Wali’ dan ‘Bara’ dari kata ‘Ngumbara’ atau mengembara.
Beberapa sumber lain yang mencatat mengenai lokasi yang saat ini menjadi Keraton Yogyakarta, kemungkinan jalan yang kini menjadi Malioboro telah ada jauh sebelum Perjanjian Giyanti ditandatangani.
Jalur ini dahulu digunakan sebagai penghubung menuju Pesanggrahan Gerjitawati yang sering kali dilalui oleh rombongan Kerajaan ketika hendak ke Imogiri.**
Sumber:
Carey, Peter; Noorduyn, Jacobus (Koos); dan Ricklefs, M.C. (2015).
Asal Usul Nama Yogyakarta dan Malioboro.
Depok: Komunitas Bambu.
Umar Priyono, dkk. (2015). Buku Profil Yogyakarta “City of Philosophy”. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Siti Mahmudah. (2018). Dari Jalan Kerajaan Menjadi Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-194.
Lembaran Sejarah Vol.14 No. 2: 171-193.










