Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-NTT: Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ajun Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terus mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya serius, tetapi juga berpotensi melibatkan lebih banyak korban.
“Yang pastinya ini perkara atau kasus kekerasan seksual terhadap anak yang sangat serius. Ada potensi besar bahwa korbannya tidak hanya tiga,” ujar Dian, Rabu (12/3).
Baca juga
Daftar 7 Kota yang Menjual MinyakKita di Bawah Takaran, Pemerintah Memberi ToleransiBaca juga
Presiden Prabowo Tegas Terkait Tugas Prajurit TNI di K/L, Setelah Ramai Polemik Letkol Teddy
Hal ini didasarkan pada indikasi kuat bahwa tindakan tersebut telah berlangsung sejak tahun 2024. Fakta bahwa pelaku merupakan seorang pejabat publik dengan kekuasaan dan kewenangan, semakin memperbesar dampak pada korban dan meningkatkan potensi pengulangan tindakan serupa.
Logika Korban Lebih dari Tiga
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang mengklarifikasi usia para korban kekerasan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Menurut CNN, klarifikasi tersebut disampaikan oleh Plt Kepala Dinas PPPA Kota Kupang, Imelda Manafe, pada Rabu (12/3).
Ada tiga korban yang saat ini berusia 5 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Sebelumnya, berdasarkan keterangan yang diberitakan, korban berusia 3, 12, dan 14 tahun.
Polda NTT Beda Data dan Asal Mula Kejadian

Potret Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman (Instagram/mediapolresngada)
Namun, data jumlah korban tersebut berbeda dengan yang diungkapkan oleh Polda NTT. Polda NTT menyebutkan bahwa korban kekerasan seksual adalah satu orang anak perempuan berusia enam tahun.
“Untuk korban satu orang adalah seorang anak yang berusia 6 tahun,” kata Direskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi dalam jumpa pers Selasa (11/3).
Kekerasan seksual tersebut, kata Patar, terjadi pada 11 Juni 2024 di salah satu kamar hotel di Kota Kupang yang dipesan oleh AKBP Fajar menggunakan fotokopi surat izin mengemudi (SIM) di resepsionis hotel tersebut.
Patar menjelaskan bahwa anak berusia enam tahun yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut didapatkan oleh AKBP Fajar melalui seorang perempuan berinisial F.
“Yang bersangkutan (Fajar) mengorder (korban) melalui seorang wanita, perempuan yang bernama F,” ujar Patar.
“(Pesanan AKBP Fajar) disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel pada tanggal 11 Juni 2024. Dapat order tersebut dan dibayar atau diberi imbalan Rp3 juta,” lanjut Patar.
Perempuan berinisial F itu kemudian mencari anak perempuan dan membawanya ke hotel tempat AKBP Fajar menginap pada tanggal tersebut.
Rekaman video pencabulan oleh AKBP Fajar itu kemudian beredar di situs porno di luar negeri hingga terdeteksi oleh petugas kepolisian Australia. Polda NTT menyatakan bahwa Australian Federal Police (AFP) kemudian melaporkannya ke Divisi Hubungan Internasional Polri.
Laporan dari AFP itu kemudian diteruskan oleh Divhubinter Polri ke Polda NTT untuk diselidiki. Dari hasil penyelidikan oleh petugas dari Ditreskrium Polda NTT yang dilakukan sejak 23 Januari 2025, ternyata ditemukan fakta kebenaran atas laporan AFP terkait kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh AKBP Fajar.
Patar menjelaskan, meski sudah naik ke tingkat penyidikan, AKBP Fajar belum ditetapkan sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur karena yang bersangkutan belum diperiksa.
Dia mengatakan sudah menjadwalkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap AKBP Fajar di Mabes Polri pada pekan depan.***