Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Nawal El Saadawi, feminis dan pemikir terkemuka asal Mesir, menyoroti perbedaan penting antara cinta dan pernikahan. Menurutnya, pernikahan kerap jauh lebih kompleks daripada sekadar urusan perasaan.
“Institusi pernikahan adalah institusi politik, sosial, ekonomi, dan seksual.”
Baginya, cinta justru merupakan sesuatu yang murni manusiawi dan lahir dari kebebasan memilih.
“Tapi cinta, itu adalah perasaan manusia. Itu adalah pilihan, Anda memilih.”
Ia menilai cinta yang selektif dan penuh intensitas mampu menjadi sumber energi besar dalam hidup seseorang.
“Jadi, cinta itu sangat selektif, sangat selektif, dan memberikan banyak energi, banyak harapan, banyak kebahagiaan, kebahagiaan.”
Meski begitu, Nawal menekankan bahwa kebebasan tetap harus berjalan bersama tanggung jawab moral.
“Jika saya bebas, saya harus bertanggung jawab.”
Prinsip ini berlaku dalam semua bentuk hubungan, dari pacaran hingga rumah tangga, yang menurutnya wajib berdiri di atas etika bersama.
“Setiap hubungan manusia, harus ada tanggung jawab, harus ada yang kita sebut etika, etika, prinsip, sesuai kesepakatan.”
Karena itu, komitmen dan kejujuran menjadi hal yang tidak boleh dilanggar. Mengingkari kesepakatan berarti melanggar etika.
“Jika saya memiliki kesepakatan dengan kekasih saya, atau tunangan saya, atau suami saya… saya harus menghormati kesepakatan saya, karena ini adalah etika.”
Ia mengecam budaya saling berbohong dalam hubungan yang tidak sehat, ketika pasangan diam-diam menyimpan relasi lain.
Nawal sendiri menginginkan kehidupan yang jujur dan bersih dari manipulasi, sebuah kehidupan yang menyatukan kebebasan dan tanggung jawab dalam setiap peran—sebagai ibu, istri, dokter, maupun penulis.
“Atau istri yang bebas, saya harus menjadi istri yang bertanggung jawab.”
Bagi Nawal, menjadi perempuan merdeka bukan berarti bertindak sesuka hati, melainkan tetap menjalankan peran dengan penuh kesadaran.
Nawal El Saadawi meninggal pada 21 Maret 2021 di Kairo pada usia 89 tahun. Ia dikenang melalui karya-karyanya yang lantang menentang patriarki, kekerasan terhadap perempuan, serta praktik mutilasi genital perempuan.***






