Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, NEW YORK– Vitamin D merupakan nutrisi penting yang berperan besar dalam menjaga kesehatan tulang, sistem kekebalan tubuh, serta fungsi otot dan saraf. Meski tubuh manusia dapat memproduksi vitamin D secara alami melalui paparan sinar matahari, banyak orang di berbagai negara termasuk Indonesia mengalami kekurangan vitamin ini akibat gaya hidup modern, pola makan, atau kondisi medis tertentu.

Artikel ini merangkum berbagai data dan temuan terbaru seputar vitamin D, mulai dari tingkat defisiensi, cara pemeriksaan, efektivitas suplemen, hingga risiko kelebihan konsumsi.
1. Seberapa Umum Kekurangan Vitamin D?
Menurut Dr. Uma Darji, kekurangan vitamin D lebih umum terjadi pada orang dengan kulit gelap, penggunaan tabir surya, atau lingkungan dengan sedikit sinar matahari.
Di AS, sekitar 25 % penduduk memiliki kadar vitamin D yang terlalu rendah.
Gejala awal: kelemahan otot, nyeri muskuloskeletal, kelelahan, dan perubahan suasana hati.
Tanda yang juga terlihat dokter gigi: radang gusi, penyakit periodontal, penyembuhan luka yang lambat, infeksi mulut berulang, dan penurunan massa tulang.
Jika kekurangan berlangsung lama, bisa menyebabkan:
– Rakhitis pada anak (tulang lunak)
– Osteomalasia pada orang dewasa
– Osteoporosis memburuk pada lansia
Sejak 1930-an, fortifikasi susu dengan vitamin D diterapkan untuk mencegah rakhitis dan masih berlangsung hingga kini, ditambah penambahan ke sereal sarapan.
2. Pemeriksaan Kadar Vitamin D
Metode paling umum: tes darah 25‑OH‑D, dengan rentang normal: 20–50 ng/mL
sementara < 12 ng/mL: defisiensi dan 12–20 ng/mL: rendah
Data CDC (2012) menunjukkan:
– Kadar menaik seiring usia
– Populasi kulit gelap (non-Hispanik kulit hitam) memiliki kadar terendah, sedangkan non-Hispanik kulit putih tertinggi
Kelompok berisiko tinggi:
– Lansia, obesitas, bayi eksklusif menyusui, kulit gelap, pemakaian pakaian tertutup, penghuni panti jompo, pasien rawat inap
– 50−60 % penghuni panti jompo dan pasien rumah sakit di AS mengalami kekurangan.
Penggunaan steroid oral berhubungan dengan kadar vitamin D rendah.
3. Suplemen Vitamin D
– 28 % orang AS usia ≥ 2 tahun mengonsumsi suplemen mengandung vitamin D (2015–2016).
– Asupan dari suplemen 10× lebih besar dibandingkan dari makanan saja.
4. Mengapa Suplemen dan Tes Populer?
Tes vitamin D semakin sering; sejak 2014, berada di urutan kelima tes lab terbanyak untuk pasien Medicare.
Endocrine Society merekomendasikan suplementasi hanya bagi:
– Bayi, remaja, ibu hamil atau pra-diabetes, dan orang di atas 75 tahun.
– Untuk orang dewasa sehat (19–74), suplemen rutin tidak dianjurkan.
– American Academy of Pediatrics mendukung tetes vitamin D untuk bayi disusui atau yang tidak minum susu formula kaya vitamin D.
5. Seberapa Efektif Suplemen?
Dua bentuk utama vitamin D, yakni vitamin D2 (ergokalsiferol): sintetik, ditambahkan ke makanan, dan D3 (cholecalciferol): asalnya matahari atau makanan hewani
Penelitian:
Meta‑analisis 2012 & 2021 menyebut D3 lebih efektif menaikkan kadar 25‑OH‑D dibandingkan D2, Namun endokrinologi AS mendukung D2 atau D3 bila ada defisiensi
Alternatif alami:
Paparan matahari tanpa tabir surya 5–30 menit sebanyak 2× per minggu dapat membantu sintesis vitamin D, namun bila lebih tabir surya tetap diperlukan.
Rekomendasi dosis harian:
Dewasa: 400–800 IU/hari untuk kesehatan tulang
Upper limit: 4.000 IU/hari; dosis tinggi jangka panjang dapat menimbulkan keracunan, disamping itu suplemen juga belum terbukti menurunkan risiko patah tulang atau penyakit kronis secara konsisten.
6. Pengeluaran untuk Suplemen
– Total belanja suplemen di AS (2020): US$ 55,7 miliar, tidak terperinci khusus vitamin D
– Suplemen vitamin D, yang OTC (dijual bebas)! jarang ditanggung asuransi, kecuali dengan resep kuat dapat diganti beberapa rencana Medicaid.
– Sebagian besar masyarakat membayar sendiri tanpa klaim asuransi.
7. Efek Samping & Keracunan
– Umumnya aman jika sesuai dosis: ≤ 4.000 IU/hari
– Efek samping dosis tinggi (hiperkalsemia):
Gangguan pencernaan, nafsu makan hilang, lemas, kabut otak, kerusakan ginjal, sakit kepala, iritabilitas, rendah sel darah, osteoporosis, pertumbuhan lambat pada anak
Rekomendasi Akhir
Cek kadar vitamin D jika merasa lemah, nyeri, atau kelelahan tanpa sebab jelas.
Konsultasikan dengan dokter sebelum memulai suplemen baru—sesuaikan dosis dengan kebutuhan individu, Sumber: Rebecca Rovenstine