Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Wilayah Sumenep mulai di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit semenjak awal pendirian pembangunnya, dengan rajanya Raden Wijaya yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana. Selain itu Arya Wiraraja yang semula menjadi Adipati Sumenep di bawah Kerajaan Singhasari diangkat sebagai adipati di wilayah timur Majapahit meliputi Blambangan dan Lamajhang, sesuai janji Prabu Kertarajasa Jayawardhana ketika meminta bantuan kepada Arya Wiraraja dalam membabat tanah Jawa.
Sebagai ganti kedudukannya di Sumenep, ditunjuklah adik dari Arya Wiraraja yang bernama Arya Bangah sebagai adipati selanjutnya di wilayah Kadipaten Sumenep dengan gelarnya Arya Wiraraja II. Pada masa pemerintahannya, wilayah Kadipaten Sumenep yang notabene sudah masuk dalam wilayah Kerajaan Majapahit diberi keistimewaan dari dibebaskannya upeti sampai dengan pemerintahan Prabu Rajasanegara berkuasa atas Majapahit.
Selanjutnya ketika Kerajaan Majapahit diperitah oleh Prabu Wikramawardhana, wilayah ini kembali diwajibkan menyetor upeti kepada Kerajaan Majapahit. Pada masa pengaruh Majapahit, wilayah Kadipaten Sumenep meliputi seluruh Pulau Madura den pulau-pulau yang ada di sekitarnya, seperti Pulau Sapudi, Kangean dan Masalembo.
Dalam usia 35 Tahun, karier Arya Wiraja cepat menanjak. Mulai jabatan Demang Kerajaan Singosari kemudian dipromosikan oleh Kartanegara Raja Singosari menjadi Adipati Kerajaan Sumenep, kemudian dipromosikan oleh Raden Wijaya menjadi Rakyan Menteri di Kerajaan Majapahit dan bertugas di Lumajang.
Setelah Arya Wiraja meninggalkan Sumenep, kerajaan di ujung timur Madura itu mengalami kemunduran. Kekuasaan diserahkan kepada saudaranya (adiknya) Arya Bangah dan keratonnya pindah dari Batuputih ke Banasare di wilayah Sumenep juga.
Selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya Danurwendo, yang keratonnya pindah ke Desa Tanjung. Dan selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya asparati. Diganti pula oleh anaknya bernama Panembahan Djoharsari.
Selanjutnya kekuasaan dipindahkan kepada anaknya bernama Panembahan Mandaraja, yang mempunyai 2 anak bernama Pangeran Bukabu yang kemudian menganti ayahnya dan pindah ke Keratonnya di Bukabu (Kecamatan Ambunten). Selanjutnya diganti oleh adiknya bernama Pangeran Baragung yang kemudian pindah ke Desa Baragung (Kecamatan Guluk-guluk).
Jika disederhanakan, dinamika sejarah Sumenep bisa dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama dinasti-dinasti, dan yang kedua peta wilayah kekuasaan.
Dalam hal wilayah, Sumenep begitu dinamis. Yang selanjutnya cukup dibagi dalam tiga fase.
Fase pertama ialah masa pemerintahan Aria Wiraraja (1269 – 1293 M). Di masa ini, pemerintahan di Madura terpusat di Sumenep. Sehingga tak salah jika dikatakan bahwa Sumenep sejak awal memang merupakan kiblat pemerintahan sekaligus budaya di Madura.
Tahun 1293 merupakan rangkaian dari fase pertama, di mana saat itu Aria Wiraraja pindah ke Lumajang (Blambangan) atas keberhasilannya membantu Dyah Sangghrama Wijaya—menantu Kertanegara—dalam mengkonstruksi kembali kekuasaan Singhasari.
Lumajang sekaligus Sumenep (Madura) tetap di bawah Wiraraja, hanya di Sumenep ditunjuk sang adik, Aria Bangah untuk menjalankan roda pemerintahan di Sumenep.
Sayang, sejak masa pengganti Wiraraja hingga beberapa abad setelahnya (hingga abad 16), sumber otentik pemerintahan Sumenep belum ditemukan. Baru di kurun 1500-an Masehi, yakni hingga munculnya Tumenggung Kanduruhan sebagai penguasa Sumenep, yang notabene “kiriman” dari Jawa.
Di masa Kanduruhan wilayah Sumenep disebut berada dalam kontrol Demak dan berlanjut dalam cengkraman Mataram, pasca invasi di masa Sultan Agung Anyakrakusuma.
Namun di masa dinasti Kanduruhan yang berasimilasi dengan trah penguasa Pamekasan—turunan Panembahan Ronggosukowati (memerintah sejak 1530 – 1616 M), wilayah kekuasaan Sumenep bertambah. Kejadian ini di masa yang disebut sebagai fase kedua.
Fase tersebut terjadi pada zaman pemerintahan Pangeran Jimat (Raden Ahmad) yang bergelar Pangeran Adipati Ario Cakranegara III (memerintah tahun 1731 – 1744 M).
Setelah terjadi angin perubahan kekuasaan, dengan masuknya kalangan santri di singgasana Sumenep, dimulailah yang namanya fase ketiga. Fase yang terjadi tepatnya di masa Panembahan Sumolo, putra Bindara Saut ini, wilayah tapal kuda ditukar dengan gugusan pulau yang hingga saat menjadi wilayah Kabupaten Sumenep.
Dalam literatur kuna, semisal di Kangayan (Kangean), bupati pertamanya ialah Raden Tumenggung Ario Suriyingrono (Suringrono), putra Tumenggung Kornel, salah satu putra Panembahan Sumolo.
Kendati ditukar, kendali atas daerah tapal kuda juga tetap dimainkan oleh anak cucu Panembahan Sumolo. Babak pertama suksesi oleh keluarga Sumenep ini dimulai dengan peristiwa penobatan Raden Bambang Sutiknya alias Pangeran Adipati Ario Prawiroadiningrat ke-I (yang juga putra Tumenggung Kornel, sekaligus juga cucu saudagar Cina muslim di Besuki—Han Soe Ki—dari pihak ibunya) sebagai adipati pertama Besuki. ***