Menu

Mode Gelap

Life Style

Bukan Penyakit Fisik tapi Silent Killer Ini Menyebabkan Setiap 36 Detik Satu Nyawa Melayang

badge-check


					Ilustrasi perempuan muda kesepian Perbesar

Ilustrasi perempuan muda kesepian

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Satwiko Rumekso

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Di era digital yang katanya bikin semua orang lebih dekat, ternyata justru semakin banyak yang merasa sendirian. Kini, kesepian bukan cuma soal perasaan sepi tak berteman, tapi sudah berubah menjadi ancaman kesehatan global yang mematikan.

Menurut laporan terbaru WHO, terdapat 100 kematian setiap jam akibat kesepian — itu berarti satu nyawa melayang setiap 36 detik, dengan total lebih dari 871.000 jiwa setiap tahunnya. Sebuah ironi menyakitkan di tengah dunia yang tak pernah kehabisan cara untuk terhubung.

“Di era ketika peluang untuk terhubung tak terbatas, semakin banyak orang justru merasa terisolasi dan kesepian,” ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam laporan WHO yang dirilis awal pekan ini.

Dikutip dari situs resmi PBB, WHO mendefinisikan koneksi sosial sebagai cara orang saling terhubung dan berinteraksi satu sama lain.

Sebaliknya, kesepian didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman yang muncul ketika ada kesenjangan antara hubungan sosial yang diinginkan dengan kenyataan.

Sementara itu, ada pula istilah isolasi sosial, merujuk pada kondisi objektif ketika manusia kurang memiliki ikatan sosial.

Walaupun kesepian bisa dialami oleh siapa pun di segala usia, kelompok muda serta mereka yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah disebut paling rentan.

“Bahkan di dunia yang serba digital, banyak anak muda merasa kesepian. Saat teknologi membentuk ulang hidup kita, kita harus memastikan bahwa ia memperkuat, dan bukan malah melemahkan, koneksi antar manusia,” ujar Chido Mpemba, Ketua Komisi WHO untuk Koneksi Sosial yang juga menjadi salah satu pihak yang menyusun laporan ini.

Laporan bertajuk From Loneliness to Social Connection: Charting the Path to Healthier Societies ini menyoroti kekhawatiran terhadap waktu layar (screen time) yang berlebihan dan interaksi daring yang toksik, terutama di kalangan remaja, yang berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka.

Meskipun data tentang isolasi sosial masih terbatas, diperkirakan kondisi ini memengaruhi hingga 1 dari 3 lansia dan 1 dari 4 remaja.

Beberapa kelompok — seperti penyandang disabilitas, pengungsi atau migran, individu LGBTQ+, serta masyarakat adat dan kelompok etnis minoritas — turut diperkirakan menghadapi diskriminasi atau hambatan tambahan yang mempersulit terjalinnya koneksi sosial.

Berbagai faktor turut mendorong terjadinya kesepian dan isolasi sosial, termasuk kondisi kesehatan yang buruk, pendapatan dan tingkat pendidikan rendah, tinggal sendiri, kurangnya infrastruktur komunitas dan kebijakan publik yang memadai, serta aspek-aspek tertentu dari teknologi digital.

Laporan WHO ini menekankan perlunya kewaspadaan terhadap efek screen time yang berlebihan dan interaksi online negatif terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan anak muda.

Risiko Kesehatan Serius

Dalam laporannya, WHO menyebut kesepian dan isolasi sosial meningkatkan risiko terkena stroke, penyakit jantung, diabetes, penurunan kognitif, dan kematian dini.

Orang yang kesepian dua kali lebih mungkin mengalami depresi, serta berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan pikiran untuk bunuh diri.

Sebaliknya, koneksi sosial menawarkan perlindungan sepanjang hidup, seperti mengurangi peradangan, menurunkan risiko penyakit serius, mendukung kesehatan mental, hingga memperpanjang harapan hidup.

Dampak kesepian juga merambah ke dunia pendidikan dan pekerjaan. Remaja yang merasa kesepian memiliki kemungkinan 22 persen lebih tinggi untuk meraih nilai atau kualifikasi akademik yang lebih rendah.

Sementara itu, orang dewasa yang kesepian bisa mengalami kesulitan dalam mencari atau mempertahankan pekerjaan, serta cenderung memiliki penghasilan yang lebih rendah seiring waktu.

Di tingkat komunitas, kesepian melemahkan kohesi sosial dan menimbulkan kerugian miliaran dolar akibat turunnya produktivitas dan meningkatnya biaya layanan kesehatan.

Komunitas dengan ikatan sosial yang kuat cenderung lebih aman, lebih sehat, dan lebih tangguh, termasuk saat menghadapi bencana.

Laporan WHO ini menawarkan solusi dan menyerukan aksi global untuk memberantas kesepian, termasuk melalui lima bidang utama: kebijakan, riset, intervensi, peningkatan sistem pengukuran, dan pelibatan publik. Semuanya bertujuan mengubah norma sosial dan membangun gerakan untuk memperkuat koneksi sosial.

Solusi untuk mengurangi kesepian dan isolasi sosial bisa dilakukan di berbagai level, baik di tingkat nasional, komunitas, hingga individu.

Mulai dari peningkatan kesadaran publik dan perubahan kebijakan negara, memperkuat infrastruktur sosial seperti taman, perpustakaan, dan kafe, hingga penyediaan intervensi psikologis.

Sebagian besar orang pernah merasakan bagaimana rasanya kesepian. Tapi setiap individu punya peran dan bisa membuat perbedaan melalui langkah-langkah sederhana dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghubungi teman yang sedang butuh dukungan, meletakkan ponsel untuk fokus saat berbicara, menyapa tetangga, bergabung dengan kelompok lokal, atau menjadi relawan.

Bila kondisinya lebih serius, penting juga untuk mencari tahu layanan atau dukungan yang tersedia bagi mereka yang merasa kesepian.

Walaupun dampak sosial dari isolasi dan kesepian sangat besar, manfaat dari koneksi sosial jauh lebih mendalam. WHO pun mengimbau pemerintah, komunitas, dan individu untuk menjadikan koneksi sosial sebagai prioritas dalam kebijakan kesehatan masyarakat.***

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Luna Maya Ternyata Pakai BPJS, Bisa Hemat hingga Ratusan Juta

3 Juli 2025 - 19:00 WIB

Dr. Gunther: Waktu Ternyata Ada Tiga Dimensi, Bukan Maju Mundur Saja

3 Juli 2025 - 18:48 WIB

Cara Mudah Mengetahui Kepribadian Wanita dari Jari-jarinya

2 Juli 2025 - 20:57 WIB

Ana de Armas, Vanessa Kirby dan Sydney Sweeney Tersesat dalam Kekacauan di Film Eden

2 Juli 2025 - 20:38 WIB

Mobil Listrik Menyebabkan Gampang Mabuk Dibandingkan Kendaraan Konvensional

2 Juli 2025 - 18:45 WIB

Sejumlah Power Bank Anker Ditarik di 2025, Ini Tipe yang di Indonesia

2 Juli 2025 - 18:35 WIB

Ginjal Remaja 18 Tahun Nyaris Membatu karena Mengonsumsi Mi Instan dan Teh Susu Setiap Hari

1 Juli 2025 - 19:25 WIB

Menghadang Diabetes dengan Mengonsumsi Ubi Jalar

1 Juli 2025 - 19:04 WIB

Yuna ITZY Bakal Adu Akting dengan Park Shin-Hye

1 Juli 2025 - 18:15 WIB

Trending di Life Style