Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA– Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menegaskan bahwa posisi kolegium dalam sistem kesehatan nasional telah berubah sejak berlakunya UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Menurutnya, kolegium kini berada di bawah negara, bukan lagi di bawah organisasi profesi seperti sebelumnya.
“Komentar saya, Pak, tentang kolegium ini memang ada perubahan. Kita harus berpatokan pada regulasi dulu ya, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 sebagai pedoman untuk menyamakan persepsi, biar tidak ada masalah,” kata Edy dalam rapat kerja bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di Gedung DPR RI, Rabu (14/5/2025).
Ia menjelaskan, kolegium kini menjadi bagian dari konsil yang merupakan instrumen negara bersama majelis disiplin, pemerintah, dan institusi pendidikan. Perubahan itu dilakukan karena kolegium memiliki peran penting dalam menetapkan standar pendidikan dan kompetensi tenaga kesehatan, termasuk pendidikan profesi dan spesialis.
“Dulu kolegium di bawah organisasi profesi. Tapi karena peran kolegium begitu besar, maka posisinya dinaikkan di bawah negara, bukan di bawah pemerintah. Ini seperti yang terjadi pada negara lain,” ujar politikus PDI-P tersebut.
Meski demikian, Edy mengakui bahwa peralihan status kolegium ke dalam konsil tidak berjalan mulus. Ia menyebut, muncul pandangan bahwa pemilihan anggota kolegium dinilai tidak representatif, dan kolegium dianggap kehilangan independensi akibat intervensi dari Kementerian Kesehatan.
“Ini kan persoalan yang disitu. Lalu dianggap tidak mengakomodasi kepentingan orang-orang yang ada di Ikatan Dokter Anak Indonesia. Masalahnya kan disitu,” kata Edy.
Ia pun meminta semua pihak untuk mematuhi aturan yang berlaku. “Kita harus sepakat dulu nih, kolegium tidak di bawah lagi organisasi profesi. Kenapa masih ada yang mau mengembalikan kolegium di bawah ormas? Ormas ini kan organisasi profesi. Jadi harus ditempatkan sekarang bahwa kolegium di bawah konsil, tidak lagi di bawah organisasi profesi. Ini norma undang-undang,” tegasnya.
Edy mengingatkan seluruh organisasi profesi serta Menteri Kesehatan agar terus menjalin komunikasi yang baik dalam menyikapi isu kolegium.
Sebelumnya polemik antara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) muncul terutama terkait mutasi sepihak sejumlah dokter anak yang dilakukan Kemenkes dan pengambilalihan kolegium kedokteran oleh Kemenkes.
Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menilai komunikasi Menkes Budi dengan para dokter sangat buruk, terutama setelah berbagai kewenangan seperti Surat Tanda Registrasi (STR), Surat Izin Praktik (SIP), dan uji kompetensi dikendalikan penuh oleh Kemenkes. Hal ini menimbulkan ketegangan dan ketidaknyamanan di kalangan dokter, khususnya yang bekerja di rumah sakit vertikal milik pemerintah, karena ada ancaman pencabutan STR bagi dokter yang berbeda pendapat.
Menkes Budi menjelaskan mutasi adalah hal biasa dan menyatakan bahwa mutasi tersebut menyasar dokter lama yang dianggap kehilangan kekuasaan karena kolegium kini diambil alih oleh Kemenkes untuk membersihkan praktik senioritas dan perundungan.
Namun, IDAI menilai mutasi ini tendensius dan sebagai bentuk tekanan terhadap dokter yang menolak pengambilalihan kolegium, sehingga mereka melaporkan masalah ini ke DPR dan meminta penghentian penyalahgunaan kekuasaan, pembatalan mutasi, serta pengembalian independensi kolegium di bawah organisasi profesi.***