Menu

Mode Gelap

Life Style

Bercerai Ternyata Bukan Jalan Pintas, Namun Awal Perjalanan yang Panjang

badge-check


					Endang Prawati Gulo, Sumber IG EndangPrawati Perbesar

Endang Prawati Gulo, Sumber IG EndangPrawati

Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga

SURABAYA, KREDONEWS.COM– Unggahan Endang Prawati Gulo di Instagram kembali menjadi perbincangan setelah diposting seminggu yang lalu.

Endang dikenal publik sebagai kreator yang piawai merangkai cerita kehidupan sehari-hari dengan menyematkan pesan moral mendalam.

Melalui unggahan di akun pribadinya, ia memaparkan kisah perceraian seorang perempuan bernama Mira (bukan nama sebenarnya). Endang menceritakan awal mula keputusan Mira berpisah hingga pergolakan emosi yang masih membelenggunya saat ini.

Endang menjelaskan, “Penyesalan Mira memutuskan untuk bercerai bukan karena suami selingkuh, bukan karena KDRT, ataupun tidak dinafkahi.”

Ia melanjutkan dengan menyampaikan inti permasalahan, “Hanya karena perbedaan pendapat setiap harinya, mereka sama-sama capek lalu menyerah.”

Dua kalimat inilah yang menjadi fokus utama dari kisah yang dibagikan Endang. Hubungan Mira dan suaminya, yang sejatinya bersih dari kekerasan dan perselingkuhan, harus berakhir karena akumulasi konflik kecil harian, komunikasi yang stagnan, dan ketiadaan upaya untuk saling mengerti.

Setelah resmi bercerai, Mira harus menghadapi kenyataan sebagai orang tua tunggal. Kedua anaknya kini tinggal bersamanya. Beban ganda harus ia pikul: memastikan perkembangan anak-anak berjalan baik sambil menata ulang kehidupan pribadinya.

Pada masa-masa ini, ia baru menyadari betapa beratnya menjalankan semua rutinitas tanpa kehadiran pasangan. Tugas rumah tangga dan mengurus anak yang dulu bisa dibagi, kini harus dilakukan sendiri: menyiapkan bekal anak, membereskan rumah, hingga mengirimkan surat lamaran pekerjaan di sela-sela waktu.

Endang menggambarkan bagaimana Mira berjuang dari pagi hari mengurus keperluan anak sembari berburu pekerjaan. Walau mendapat dukungan finansial dari mantan suami, Endang menyebutkan bahwa bantuan tersebut terbatas dan hanya cukup untuk kebutuhan anak. Ini berarti, kebutuhan hidup Mira sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya sendiri.

Meskipun terlihat tabah menjalani hari, Mira seringkali menyerah pada emosinya di malam hari. “Di malam-malam tertentu dia menangis karena rumah terlalu sunyi.”

Kesunyian di rumah menciptakan ruang sunyi yang memaksanya untuk merenung. Namun, refleksi itu seringkali berubah menjadi rasa sepi dan tertekan. Setelah anak-anak terlelap, Mira kerap dihantui kecemasan akan masa depan.

Keinginan untuk kembali menikah lagi sempat terlintas, tetapi ia ragu apakah pernikahan kedua akan menjadi jalan keluar?

Endang menirukan kekhawatiran Mira, “Dan ketika terpikir untuk menikah lagi, dia takut bagaimana dengan anak-anakku, bagaimana berdamai dengan anak tiri ke depannya, dan bagaimana kalau luka lama dibalut dengan luka baru.”

Mira dibayangi rasa takut mengulang kegagalan serupa, ditambah kekhawatiran akan penerimaan figur baru dalam keluarga kecil yang masih rentan, terumata dengan adanya anak tiri di kedua belah pihak.

Di tengah kisahnya, Endang menyuguhkan sebuah perenungan mendalam: “Karena perceraian bukan jalan pintas, itu adalah ibadah panjang, jalan panjang yang harus dilalui.”

Bagi Mira, perceraian ternyata bukan akhir dari penderitaan, melainkan awal dari perjalanan panjang untuk mengelola tanggung jawab baru dan menyembuhkan diri.

Keputusan berpisah yang diambil saat sedang lelah berdebat kini terasa seperti pintu yang tertutup tanpa rencana cadangan yang matang.

Pesan moral dari cerita ini sangat penting, khususnya bagi pasangan yang berniat berpisah hanya karena konflik harian, bukan karena perselingkuhan, KDRT, atau masalah nafkah. Endang mengajak pembaca untuk mempertimbangkan kembali.

Ia menegaskan bahwa konflik kecil sehari-hari tidak boleh dibiarkan menghancurkan hubungan. Tidak ada pernikahan yang bebas dari perbedaan, yang terpenting adalah kemauan untuk merawat hubungan itu.

Kisah Mira menunjukkan bahwa pernikahan memerlukan ketahanan komunikasi dan semangat memaafkan. Mengalah pada rasa lelah akibat konflik remeh mungkin terasa nyaman sesaat, tetapi konsekuensinya bisa jauh lebih berat.

Perceraian, seperti yang dialami Mira, adalah perjalanan panjang penuh tugas, bukan jalan pintas menuju ketenangan. Kita diingatkan untuk berpikir masak-masak sebelum melepas ikatan yang masih memiliki harapan untuk diperbaiki.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

400 Mal Bakal Gelar Indonesia Great Sale, Tebar Diskon hingga 80%

24 November 2025 - 18:22 WIB

Respons Hanung Bramantyo soal Anaknya Ditegur Guru karena Pakai Rok Terlalu Pendek

24 November 2025 - 13:48 WIB

Cece Cantik Beri Tips Memulai Usaha, Real Tanpa Gagal, Hen Hao

24 November 2025 - 10:43 WIB

Menghilangkan Kekhawatiran Hidup, Berkaca Pada Seekor Anjing

22 November 2025 - 23:05 WIB

Kebijakan Baru FDA 2025 tentang Jumlah Konsumsi Telur per Hari

22 November 2025 - 19:26 WIB

Jam Saku Inggris Berusia Lebih dari 100 Tahun Terjual dengan Harga Rekor Dunia

22 November 2025 - 11:20 WIB

Tradisi Jepang Percaya Payung sebagai Wadah Pemikat Arwah

22 November 2025 - 10:39 WIB

Penghargaan Presiden Prabowo kepada Prof Carina Joe, Pengembang Vaksin COVID-19 Astra Zeneka

20 November 2025 - 22:22 WIB

Cegah Perceraian, ASN dan Dharma Wanita Jombang Ikuti Pembinaan Rumah Tangga

20 November 2025 - 16:41 WIB

Trending di Headline